Jakarta, Akibat terjerat kasus pidana perpajakan, Direktur Utama PT Pazia Retailindo Hartanto Sutardja melaporkan mantan managernya berinisial HT ke Polda Metro Jaya (PMJ) baru-baru ini dengan tuduhan pemalsuan dokumen perusahaan. Laporan Hartanto ke PMJ ini sudah teregistrasi dengan nomor: TBL/1664/III/YAN 2.5/2021/SPKT PMJ tertanggal 26 Maret 2021.
Hartanto Sutardja membuat laporan polisi karena dokumen perusahaan berupa faktur pajak dan invoice PT Pazia Retailindo diduga dipalsukan oleh terlapor HT saat masih menjabat sebagai manager di perusahaan tersebut pada tahun 2016 lalu.
“Dia membuat faktur pajak dan invoice tanpa sepengetahuan atau perintah saya, dan saya tidak menyadari ketika menandatangani dokumen yang diduga sudah dipalsukan tersebut oleh HT selaku manager perusahaan,” terang Hartanto melalui keterangan pers yang dikirim ke kantor redaksi.
Selain itu, lanjut Hartanto, ternyata pada tahun 2016 HT diduga secara sengaja membuat laporan backdate untuk faktur pajak tahun 2015 dan hal itu dapat dilihat dengan jelas atas adanya komunikasi via email yang terungkap atas hasil digital forensik yang saya peroleh secara resmi dari pihak Kominfo.
Akibat perbuatan HT inilah menyebabkan Hartanto Sutardja ditetapkan sebagai Tersangka dan mendapat Surat Panggilan selaku Tersangka Nomor: S.PANG-403.DIK/WP/WPJ.21/2020, tertanggal 29 September 2020 atas perkara dugaan tindak pidana perpajakan oleh Penyidik Kantor Wilayah (Kanwil) DJP Jakarta Utara.
Hartanto menambahkan, dirinya hingga saat ini belum menerima Surat Ketetapan Pajak (SKP) yang menjadi landasan berapa nominal pajak yang harus dibayarkan.
“Sampai saat ini saya belum terima dari kantor pajak dalam hal ini Kanwil DJP Jakarta Utara, padahal sejak November 2020 saya sudah meminta melalui surat resmi tapi sampai saat ini belum mendapatkan jawaban,” ujar Hartanto.
Terkait kasus ini, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Komputer Indonesia (APKOMINDO), Soegiharto Santoso yang menjadi saksi dari Hartanto, mengatakan, sebagai saksi meringankan, pihaknya memiliki barang bukti berupa Notebook merek Samsung dengan model: NP530U4C berwarna Silver dengan S/N : HR1A91EC600142V Tahun Juni 2012.
Menurut pria yang akrab disapa Hoky ini, notebook tersebut diduga digunakan oleh HT untuk berkomunikasi dan menerima perintah-perintah dari pihak lainnya.
“Untuk itu kami sudah melakukan digital forensik ke Kominfo sebagai bahan pembuktian bahwa diduga ada pihak-pihak lain yang lebih bertanggung jawab atas terjadinya peristiwa tersebut,” ujar Hoky yang ikut mendampingi Hartanto saat membuat laporan polisi di PMJ.
Hoky mengatakan, secara formal, selaku Direktur Utama PT. Pazia Retailindo, Hartanto memang melakukan kesalahan, yaitu ada unsur kelalaian. “Akan tetapi harus diungkap secara transparan tentang siapa yang bersalah secara materiil, yaitu para pihak yang secara sengaja melakukan kesalahan tersebut, serta perlu diungkap secara menyeluruh tentang siapa yang memerintah, siapa yang melakukan serta siapa yang memperoleh keuntungan secara ekonomi atas perbuatan tersebut,” terangnya.
Artinya, menurut Hoky, Itu (penetapan tersangka) tidak berkeadilan jika hanya karena jabatan, karena secara jabatan pasti Hartanto harus menandatatangani surat faktur pajak yang diduga sudah dipalsukan. “Padahal beliau tidak menerima keuntungan apapun, bahkan menurut pengakuan Pak Hartanto, sepanjang 2015 tidak menerima gaji dari PT. Pazia Retailindo. Saya selaku Ketua Umum APKOMINDO sangat prihatin atas nasib anggota kami dan sebagai sesama pengusaha keberatan jika untuk urusan perpajakan para pengusaha dijadikan tersangka, oleh karena itu saya terpanggil untuk membantu di BAP di Kanwil Jakut,” urainya.
Pada kesempatan yang sama, Kuasa Hukum Hartanto, Winner SH menungkapkan, pelaporan ini dibuat sekaligus untuk membuka kasus ini secara terang-benderang, siapa orang di belakang HT yang terlibat dalam dugaan pemalsuan faktur pajak dan invoice perusahaan. “Sekaligus untuk bisa memastikan, ada sinergi penyelidikan pihak kantor pajak dan kepolisian atas kasus ini. Target utama kita mengungkap siapa pelaku dan motif pemalsuan dokumen perusahaan, serta pihak mana yang diuntungkan dari pemalsuan dokumen pajak tersebut,” ungkap Winner.
Surat Ketetapan Pajak (SKP) ini, imbuh Winner, sebenarnya menjadi dasar untuk melihat berapa kerugian negara akibat tunggakan pajak PT Pazia Retailindo. “Tanpa ada SKP, kantor pajak keliru menetapkan seseorang menjadi tersangka jika kerugian negara belum ditetapkan,” tandas Winner.
Untuk diketahui, selain Hartanto, dua orang mantan petinggi PT Pazia Retailindo, yakni Yuliasiane Sulistiyawati selaku Komisaris dan Sutji Listyorini selaku Direktur juga telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kanwil DJP Jakarta Utara atas tuduhan dugaan tindak pidana perpajakan. *