Miliarder Elon Musk membuat langkah berisiko dengan mendukung pencalonan Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat. Keputusan tersebut kini membuahkan hasil, dengan Trump yang terpilih sebagai presiden memberikan Musk tanggung jawab besar untuk merombak sistem pemerintahan.
Sebelum pemilihan, Musk sempat menyatakan idenya untuk membentuk “Departemen Efisiensi Pemerintah,” yang diklaim dapat menghemat anggaran federal hingga $2 triliun. Visi ini mencerminkan ambisinya yang besar dalam dunia bisnis, menjadikannya salah satu orang terkaya di dunia.
Namun, belum banyak informasi yang diungkapkan tentang bagaimana Musk akan menjalankan peran barunya. Tanggung jawab ini juga menimbulkan pertanyaan tentang kemampuannya mengelola tugas pemerintahan sambil tetap memimpin berbagai perusahaan besar seperti SpaceX, Tesla, dan platform media sosial X.
Tantangan Konflik Kepentingan
Dengan keterlibatan bisnis Musk dalam berbagai proyek yang berhubungan dengan pemerintah Amerika Serikat maupun asing, muncul kekhawatiran mengenai potensi konflik kepentingan.
Dalam pengumuman resmi, Trump mengungkapkan bahwa Musk akan bekerja bersama Vivek Ramaswamy, seorang pengusaha kaya lainnya, untuk memimpin inisiatif ini. Keduanya akan memberikan pandangan dan saran dari luar pemerintahan untuk meningkatkan efisiensi sistem yang ada.
Peran baru ini menandai pergeseran signifikan dalam perjalanan Musk, yang sebelumnya lebih dikenal sebagai inovator teknologi dan pendukung aksi melawan perubahan iklim, ke ranah politik yang lebih aktif.
Dari Kritikus Hingga Pendukung Trump
Pada 2017, Musk sempat keluar dari dewan penasihat presiden sebagai bentuk protes atas keputusan Trump menarik Amerika Serikat dari Kesepakatan Paris tentang perubahan iklim. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, Musk justru menjadi salah satu pendukung paling vokal untuk Trump, terutama selama kampanye 2024.
Musk bahkan dilaporkan menghabiskan lebih dari $100 juta untuk mendukung kemenangan Trump, meskipun angka tersebut hanya sebagian kecil dari kekayaannya yang mencapai $300 miliar. Melalui platform X, Musk memanfaatkan pengaruhnya yang besar—dengan lebih dari 200 juta pengikut—untuk mempromosikan agenda Trump, termasuk menyebarkan narasi kontroversial tentang imigrasi ilegal dan proses pemilu.
Kaitan Musk dengan Isu Imigrasi
Lahir di Pretoria, Afrika Selatan, pada 28 Juni 1971, Musk adalah putra seorang insinyur dan model asal Kanada. Ia meninggalkan Afrika Selatan di usia muda untuk melanjutkan pendidikan di Queen’s University, Kanada, sebelum pindah ke University of Pennsylvania untuk menyelesaikan studi fisika dan bisnis.
Setelah lulus, Musk meninggalkan rencana untuk belajar di Stanford University dan memulai perusahaan teknologi pertamanya, Zip2, yang menghasilkan perangkat lunak penerbitan online untuk industri media. Perusahaan ini terjual seharga $300 juta pada 1999, menjadikan Musk jutawan sebelum usia 30 tahun.
Selama kampanye 2024—di mana isu imigrasi ilegal menjadi sorotan utama Trump—laporan mencuat bahwa Musk kemungkinan melanggar visa saat meninggalkan Stanford.
Karier yang Luar Biasa dan Ambisi Besar
Setelah menjual Zip2, Musk mendirikan X.com, yang kemudian menjadi PayPal dan dibeli oleh eBay senilai $1,5 miliar pada 2002. Ia lalu mendirikan SpaceX pada tahun yang sama dan bergabung dengan Tesla sebagai chairman pada 2004.
Di bawah kepemimpinannya, SpaceX berhasil menciptakan teknologi pendaratan roket yang dapat digunakan kembali, sebuah inovasi besar dalam dunia antariksa. Musk memiliki visi ambisius untuk menjadikan manusia sebagai “spesies antarplanet” dengan mendirikan koloni di Mars.
Untuk mewujudkan tujuan ini, SpaceX mengembangkan roket Starship, yang dirancang untuk mengangkut kru dan kargo ke Bulan, Mars, dan destinasi lainnya. Prototipe roket ini telah berhasil menyelesaikan berbagai uji coba, termasuk pendaratan ulang yang sukses.
Kehidupan Pribadi yang Penuh Dinamika
Musk memiliki kewarganegaraan AS, Kanada, dan Afrika Selatan. Ia telah menikah tiga kali—sekali dengan penulis Kanada Justine Wilson dan dua kali dengan aktris Inggris Talulah Riley. Selain itu, ia pernah menjalin hubungan dengan penyanyi dan artis Grimes. Dari pernikahan dan hubungannya, Musk memiliki 12 anak, meskipun salah satunya meninggal saat bayi.
Kini, dengan peran barunya dalam pemerintahan, Musk menghadapi tantangan untuk menyeimbangkan ambisi bisnisnya dengan tugas besar dari Trump. Kolaborasi antara dua tokoh berkepribadian kuat ini akan menjadi sorotan dunia, terutama dalam perjalanan mereka membentuk pemerintahan yang lebih efisien.