Heboh! Warga Boltim Meninggal 7 Tahun Lalu Dapat Undangan Memilih di Pilkada 2024

Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Bolaang Mongondow Timur (Boltim) mendadak jadi sorotan setelah peristiwa tak terduga terungkap. Seorang warga yang telah meninggal dunia tujuh tahun lalu mendapat undangan untuk memilih di Pilkada 2024.

Kejadian ini heboh di media sosial setelah seorang pengguna Facebook, @Hajima Binol, membagikan cerita mengejutkan, pada Minggu (24/11/2024).

Dalam unggahannya, @Hajima Binol membagikan foto surat pemberitahuan pemungutan suara Model C Pemberitahuan-KWK. Namun, yang membuat dia tercengang adalah surat itu ditujukan kepada ayahnya, yakni Yakub Binol yang telah meninggal dunia sejak 2017.

“Hayyy bae”dulu aa orang tua so meninggal Dr tahun 2017 Kg ada kartu undangan selama ini nda ba gini tarasa eee,” tulis @Hajima Binol di akun Facebook pribadinya.

Tak cuma itu, akun @Hajima Binol juga menuliskan bahwa kejadian seperti ini baru pertama kali terjadi pada mereka selama penyelenggaraan Pemilihan. Dia pun mengaku heran.

“Cmn m klarifikasi in msalh Krtu undangan, dri pihak anak”b herang krna trang p orang tua ad ttup usia thun 2017 slma in nnti in dpa undangan b pemilihan jdi ksiaag bbi Mar hrang klo kwa tiap pemilihan b dpa mngkin nda hran denk nda m kge tpi nnti pemilihan taong in Kong dpa undangan, bae”dlu aa – Alfatihah buat ppa ku – #cmnadherang – Denk nda m hapus it status krna cmn ad hrang,” tulisnya lagi.

Ketua Divisi Data dan Perencanaan KPU Boltim, Adchilni Abukasim, saat dikonfirmasi membenarkan adanya permasalahan tersebut. Dia menjelaskan nama itu merupakan salah satu nama warga yang tidak berhasil ditemui saat proses pencocokan dan penelitian (Coklit) oleh Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (Pantarlih).

“Jadi itu, salah satu yang tidak bisa ditemui kemarin (saat coklit), sehingga kami tidak bisa TMS-kan,” ujar Adchilni kepada wartawan.

Adchilni menegaskan, pihaknya telah berkoordinasi dengan kepala desa untuk memastikan data warga. Namun, dalam kasus ini, kepala desa mengaku tidak mengenal atau tidak mengetahui keberadaan warga yang tidak dapat ditemui itu, sehingga namanya tetap tetap tercatat dalam DPT.

“Mereka tidak bisa di temui. Sementara di regulasi, pemilih yang tidak bisa ditemui tidak bisa dihapus dalam daftar pemilih. Sudah tanya ke Sangadi (kepala desa), Sangadi bilang ndak tahu, ndak kenal. Jadi otomatis kan kami juga tidak tahu dia ini posisinya masih hidup atau sudah mati. Nah, tetap saat dicetak C pemberitahuaan, namnya masih ke ikut dong,” ungkapnya.

Adchilni juga mengungkapkan bahwa kasus serupa bukan cuma satu saja. Ada bahkan pemilih yang meninggal setelah penetapan DPT. Di kasus semacam itu, kata dia, pihaknya tidak akan menyerahkan lagi C pemberitahuan mereka kepada siapa pun.

“Kalaupun orangnya sudah meninggal, ya kami tidak akan distribusikan kepada siapapun. Karena, itu bukan cuma satu, ada juga kan pemilih pasca penetapan DPT, ada yang meninggal. Dia tetap ke bawa di DPT, tapi kami sudah tahan C pemberitahuannya, sudah tak bisa di berikan,” ungkapnya. (aah)

Exit mobile version