Penolakan terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran terus berlanjut di berbagai wilayah Indonesia, termasuk Kabupaten Buol, Sulawesi Tengah.
Pada Rabu, 29 Mei 2024, puluhan jurnalis yang tergabung dalam Front Jurnalis Indonesia Buol (FJBI) dari berbagai media cetak dan online menggelar aksi damai. Aksi ini berlangsung di beberapa titik strategis di pusat kota, seperti di depan Kantor Bupati dan kantor DPRD Buol, menggunakan mobil pickup dengan sound system dan membawa poster-poster berisi tuntutan mereka.
Tujuan dari aksi ini adalah menyampaikan aspirasi jurnalis kepada DPRD Buol agar menindaklanjuti penolakan terhadap RUU Penyiaran kepada pemerintah pusat dan meneruskannya ke DPR RI di Jakarta.
Para jurnalis menolak RUU Penyiaran karena dianggap membatasi kebebasan media dan dewan pers, serta bertentangan dengan Undang-Undang Pers No. 40 Tahun 1999. Salah satu jurnalis media online, Ramli Bantilan, berpendapat bahwa RUU ini akan menekan kebebasan pers dan melemahkan kinerjanya. Ia berharap hal ini tidak terjadi karena akan merugikan dunia pers Indonesia.
Dalam aksi tersebut, para jurnalis membawa lima tuntutan utama:
- Penolakan terhadap draf RUU Penyiaran yang dinilai mengancam kerja pers yang berkualitas dan berintegritas.
- Penolakan pengambilalihan tugas Dewan Pers oleh Komisi Penyiaran Indonesia dalam mengawal tugas-tugas jurnalistik.
- Desakan kepada DPRD Buol untuk berkoordinasi secara berjenjang dalam melanjutkan aspirasi penolakan Revisi UU Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 yang dianggap akan menghambat tugas jurnalis Indonesia.
- Desakan kepada DPRD Buol dan Pj. Bupati Buol untuk menghentikan aktivitas tambang ilegal atau PETI di wilayah Kabupaten Buol.
- Permintaan kepada DPRD Buol dan Pj. Bupati untuk mendukung keberadaan dan eksistensi wartawan di Buol.
Aksi ini menunjukkan komitmen jurnalis Buol dalam menjaga kebebasan pers dan menolak segala bentuk regulasi yang dianggap mengekang kebebasan tersebut.