Peristiwa bahasa dapat terjadi di mana saja dan kapan saja. Di mana pun peristiwa terjadi, apa pun kejadiannya, dan kapan peristiwa itu terjadi selalu dapat diekspresikan dengan bahasa. Demikian pula, ketika di Daerah Istimewa Yogyakarta terjadi gempa, muncul fenomena kebahasaan yang diekspresikan pada spanduk atau istilah bahasa Indonesianya kain rentang.
Pada tanggal 27 Mei 2006 di Daerah Istimewa Yogyakarta, khususnya di Kabupaten Bantul dan sekitarnya terjadi gempa tektonik yang sangat dahsyat. Seluruh kegiatan kehidupan masyarakat DIY lumpuh total. Penderitaan dan kepiluan betu-betul menyelimuti masyarakat dalam waktu yang dapat dipastikan. Bantuan mengalir dari pemerintah dan berbagai pihak cukup banyak. Namun, hati dan jiwa seluruh masyarakat seakan-akan takberdaya untuk bangkit menjalani kehidupan, lebih-lebih bagi keluarga yang anggotanya terkena musibah meninggal dunia. Ketika itu antarmasyarakat saling menyemangati. Konsep menyemangati dan menasehati dituangkan melalui peristiwa bahasa.
Salah satu ajakan masyarakat untuk bangkit diekspresikan melalui ungkapan-ungkapan yang dituangkan pada kain rentang (spanduk) pascagempa di Yogyakarta. Ungkapan yang direalisasikan pada kain rentang itu memiliki kekuatan dan keampuhan sebagai ekspresi sosial yang digunakan sebagai penggali semangat hidup dan cita-cita masyarakat Yogyakarta dan sekitarnya setelah porak poranda terkena musibah gempa. Oleh karena itu, ungkapan-ungkapan itu banyak dipasang di berbagai tempat. Melalui bahasa pada media kain rentang itu, suara dan harapan dari masyarakat yang terkena musibah dapat tersalurkan dan tersampaikan.
Bentuk-bentuk tuturan tersebut sangat menarik, yang juga ingin diketahui maksudnya. Perhatikan contoh berikut.
(1) GEMPA MENGGUGAH NURANI, MENEBAR PEDULI
(2) YANG MENGKORUPSI DANA GEMPA, SENGSARA 7 TURUNAN
(3) BANGKITLAH YOGYA, MENUJU HARI ESOK YANG LEBIH BAIK
Contoh data di atas menunjukkan bahwa tuturan pada kain rentang ada ditulis dengan huruf kecil pada kalimat (1), huruf kapital pada kalimat (2), serta campuran huruf kecil dan kapital pada kalimat (3). Dilihat dari jenis kalimatnya, ada yang berupa kalimat deklaratif, yaitu data (1) dan (3); ada yang berupa kalimat imperatif ajakan, yaitu kalimat (2) dan (3).
Tuturan pada kain rentang pascagempa tidak hanya mempunyai makna harafiahnya saja seperti tuturan pengumuman, tetapi ada makna yang perlu dijelaskan beserta muatan-muatan maksud dari tuturan tersebut. Inilah yang perlu diketahui, maksud apa yang termuat pada tuturan tersebut. Bahasa yang digunakan itu memberi ikatan makna pada masyarakat penuturnya. Dikatakan Kartomihardjo, sosiolinguis, bahwa bahasa juga dapat mengikat anggota masyarakat pemakai bahasa yang bersangkutan, menjadi masyarakat yang kuat, bersatu, dan maju.
Tuturan pada kain rentang tersebut memiliki berbagai bentuk dan struktur. Setelah diamati, ada tuturan yang berupa kalimat tunggal, kalimat majemuk, ungkapan idiomatis. Beberapa tuturan yang digunakan berupa kalimat tunggal. Berdasarkan modus verba, tuturan tersebut berupa kalimat pernyataan (statement) dan perintah (imperative), yang meliputi kalimat ajakan dan permohonan.
Dari segi pragmatik, tuturan pada kain rentang pascagempa itu memiliki tindak tutur atau tindak verbal. Dalam mengamati tindak tutur pada kain rentang pascagempa di Yogyakarta, dilihat konteksnya. Konteks tersebut berupa penutur, mitra tutur, tuturan, situasi tutur, tempat tutur. Penutur dalam hal ini ialah seseorang/organisasi/kelompok masyarakat yang menuliskan tuturan pada kain rentang yang bersangkutan. Mitra tutur ialah masyarakat/pemerintah yang membaca atau yang diajak komunikasi dalam tuturan yang bersangkutan. Tuturan yang dimaksud dalam pembahasan ini ialah tuturan yang dituliskan pada kain rentang pascagempa di Yogyakarta, baik tuturan yang menggunakan bahasa Indonesia, Jawa, maupun bahasa asing. Situasi tutur yang mewadahi tuturan pada kain rentang tersebut ialah situasi dan kondisi yang berkaitan dengan sebuah peristiwa gempa yang terjadi pada tanggal 27 Mei 2006 di Yogyakarta, khususnya kondisi setelah masyarakat terkena gempa.Tempat tutur ialah lokasi terpampangnya atau dipasangnya kain rentang, yaitu di Yogyakarta dan sekitarnya.
Dari analisis pragmatik tersebut, dapat diketahui beberapa jenis tindak tutur pada ungkapan-ungkapan yang dituangkan pada kain rentang itu.
A. Tuturan Penyemangat
(1) Gempa bagaikan kompor menyala, matangkan mental baja.
Tindak tutur menyemangati pada kalimat di atas dapat dijelaskan sebagai berikut. Tuturan tersebut terjadi pada peristiwa tutur dengan lokasi di perempatan Gambiran, Yogyakarta. Pewicara (Warga kampung Gambiran) menyemangati mitra tuturnya (masyarakat yang melewati perempatan perempatan Gambiran, Yogyakarta, dan membaca kain rentang tersebut) agar bersemangat.
(Maksud tuturan: Kami ingin menyemangati Anda (masyarakat yang melewati perempatan Gambiran dan membaca kain rentang tersebut) untuk bersemangat dengan mental baja dalam menghadapi kehidupan pasca gempa.”)
Tuturan penyemangat yang dipasang di tempat yang lain ialah sebagai berikut.
(2) Digembleng hancur lebur, bangkit kembali. (Gerakan Yogya Bangkit)
(3) Mari bekerja giat, berkarya yang terbaik (Masyarakat Jalan Solo)
(4) Dukamu dukaku, mari kita bersatu. (Bernas)
(5) Bangkitlah Yogya, pasti esok hari akan lebih baik. (Masyarakat JaMag)
(6) Pantang menyerah, maju bareng, bangun Yogya. (Warga Kewek)
B. Tuturan Menghibur
Tindak tutur ‘menghibur’ adalah tuturan yang memiliki atau mengandung maksud untuk menberikan hiburan. Hiburan ini ditujukan kepada mitra tutur, yaitu masyarakat di Yogyakarta dan sekitarnya yang terkena gempa.
(7) Badai pasti berlalu
Tuturan tersebut terjadi pada peristiwa tutur yang dipasang pada dua lokasi, yaitu di jembatan Kewek Kali Code, Yogyakarta dan di daerah Banguntapan, Bantul. Pewicara (Toko Arloji Gunung Mas) menghibur mitra tuturnya (masyarakat yang terkena gempa yang melewati jembatan Kewek serta jalan Banguntapan dan membaca kain rentang tersebut) agar tidak larut dalam kesedihan akibat gempa.
(maksud tuturan: Kami ingin menghibur Anda (masyarakat yang terkena gempa yang melewati jembatan Kewek serta jalan Banguntapan dan membaca kain rentang tersebut) agar tidak larut dalam kesedihan akibat gempa. Artinya bahwa kesedihan itu pasti akan berlalu”
Tuturan penghibur yang lain ialah sebagai berikut.
(8) Gempa Menggugah Nurani, menebar Peduli. (PKPU, Lir –ilir Yogyaku)
(9) Kasih bagi korban gempa. (Love Yogya)
C. Tuturan Mengajak
Tindak tutur ‘mengajak’ adalah tuturan yang memiliki atau mengandung maksud untuk menberikan ajakan. Mitra wicara pada tuturan di sini ada dua, yaitu (i) masyarakat yang terkena gempa di Yogyakartaa dan sekitarnya dan (ii) masyarakat luar yang tidak terkena gempa atau pemerintah.
(10) Mari kita jaga keamanan guna membangun kota Yogya
Tuturan tersebut terjadi pada peristiwa tutur dalam situasi pasca gempa di Perempatan Korem Yogyakarta. Pewicara (Polres Yogyakarta) mengajak mitra tuturnya (masyarakat yang melewati perempatan Korem dan membaca kain rentang tersebut) untuk menjaga keamanan dan membangun Kota Yogyakarta.
(maksud tuturan: Kami ingin mengajak Anda (masyarakat yang melewati perempatan Korem dan membaca kain rentang tersebut) untuk menjaga keamanan guna membangun Kota Yogyakarta yang rusak karena gempa).
Tuturan ajakan yang lain ialah sebagai berikut.
(11) Ayo Yogya bangkit ! (Warga Yogya)
(12) Yogya …Ayo bangkit ! (Warga Yogya)
(13) Bangkit kembali, guyub rukun, gotong royong. (Warga Jembatan Kewek)
(14) Mari kita bekerja kembali untuk berkarya yang terbaik. (DPP Golkar)
(15) Bertindak cepat untuk rakyat…Pasti!
(16) Mari bahu membahu, tolong menolong (masyarakat Janti)
(17) Bersama koperasi, kita bangkitkan kembali, ekonomi Yogya pascagempa (PKPRI)
(18) Maju bersama, pulihkan keadaan. (Masyarakat jembatan Kewek)
(19) Pulihkan Jogja kita (XL )
(20) Ayo, gotong royong tata tinata (XL Kita)
‘Ayo, gotong royong, saling menata’
(21) Aja susah kena musibah, ayo gumregah (Masyarakat Jalan Urip Sumoharjo)
‘Jangan bersusah terkena musibah, mari bangkit’
(22) Hentikan dukamu sobatku (Masyrakat Jalan Bantul Km 5)
D. Tuturan Mengharap
Tindak tutur ‘mengharap’ adalah tuturan yang memiliki atau mengandung maksud untuk memberikan harapan.
(23) Yen to saiki lagi dicobo, Allah Paring Nugroho
‘Jika lah sekarang sedang diuji, Allah memberikan anugerah’
Tuturan tersebut terjadi pada peristiwa tutur yang dipasang di jalan Adi Sucipto Km 6. Tujuannya ialah mengharap mitra tuturnya (masyarakat yang terkena gempa yang melewati jalan Adi Sucipto Km 6 dan membaca kain rentang tersebut) untuk jangan berkecil hati dengan mengatakan bahwa sekarang sedang diuji, masih ada harapan dari Allah yang akan memberikan anugerah’. Maksud ialah sebagai berikut.
“Kami ingin mengharapkan Anda (masyarakat yang melewati .. dan membaca kain rentang tersebut) untuk jangan berkecil hati dengan mengatakan bahwa sekarang sedang diuji, masih ada harapan dari Allah yang akan memberikan anugerah”.
Tuturan harapan yang lain ialah sebagai berikut.
(24) Yogya for better live, bangkitlah (ACT, Aksi Cepat Tanggap)
(26) Jogjaku bangkit, mari bergandengan tangan kita membangun bersama.
E. Tuturan Memohon
Tindak tutur ‘memohon’ adalah tuturan yang memiliki atau mengandung maksud untuk menyampaikan permohonan.
(27) Ya Allah, Beri kami kekuatan untuk segera membangun.
Tuturan tersebut terjadi pada peristiwa tutur dalam situasi pasca gempa di stadion Kridosono Yogyakarta. Pewicara (tidak eksplisit tertulis) memohon Tuhan Allah untuk memberikan kekuatan kepada hamba-Nya yang terkena musibah gempa. Maksud lengkapnya ialah berikut ini.
“Kami memohon kepada Allah untuk memberikan kekuatan kepada masyarakat yang setelah terkena gempa agar dapat segera membangun Kota Yogyakarta yang rusak karena gempa.”
Contoh lain ialah sebagai berikut.
(28) Kami tidak butuh ditonton, tapi butuh dibantu. (LSM)
F. Tuturan Menasihati
Tindak tutur ‘menasihati’ adalah tuturan yang memiliki atau mengandung maksud untuk menberikan nasihat.
(29) Dengan sholat dan bersabar kau akan memperoleh kemenangan
Tuturan tersebut terjadi pada peristiwa tutur yang berlokasi di jalan Adi Sucipto km 8, Yogyakarta. Pewicara (atas nama warga Yogya) menasihat mitra wicara (masyarakat yang melewati jalan Adi Sicipto, km 8 dan membaca kain rentang tersebut) untuk selalu melakukan salat dan bersabar. Secara lengkap, tuturan memiliki maksud sebagai berikut.
“Kami ingin menasihati Anda (masyarakat yang melewati jalan Adi Sicipto, km 8 dan membaca kain rentang tersebut) untuk selalu melakukan salat dan tetap bersabar. Dengan begitu, Anda akan memperoleh kemenangan lahir batin nantinya.”
(30) Dengan bantuan dan partisipasi Anda dalam membayar pajak, hotel dan restoran, akan membantu pemulihan kota Yogya setelah terkena gempa. (Polres Kota Yogyakarta)
(31) Aja padha nelangsa, kuwi kabeh saka sing Kuwasa, ayo wiwit ditata. (Solidaritas Rakyat Yogya)
‘Janganlah pada bersedih, itu semua dari Yang Kuasa, Mari mulai ditata’
(32) Bersama kesulitan, ada kemudahan. (Elnusa Peduli)
(33) Nikmati lezatnya kepedulian
(34) Aja wedi rekasa, ben mengkone mulya
‘Janganlah takut dengan kesulitan, biarlah nanti ke depannya mulia dan sejahtera’
G. Tuturan Menolak
Tindak tutur ‘menolak’ adalah tuturan yang memiliki atau mengandung maksud untuk menberikan argumen penolakan.
(35) Jangan jadikan bencana gempa ini untuk menambah hutang negara.
Tuturan tersebut terjadi pada peristiwa tutur yang berlokasi di Bundaran UGM, Yogyakarta. Pewicara ialah komunitas yang benamakan Warga Yogya. Tujuannya ialah masyarakat (atas nama Warga Yogya) menolak mitra wicara (pemerintah dan pihak yang bekompeten) jika bencana gempa ini digunakan untuk menambah hutang negara. Maksud secara lengkap ialah sebagai berikut.
“Kami ingin menolak Anda (pemerintah dan pihak yang berkompeten dan membaca kain rentang tersebut) agar gempa ini tidak dunakan sebagai alasan untuk menambah hutang negara.”
H. Tuturan Melarang
Tindak tutur ‘melarang’ adalah tuturan yang memiliki atau mengandung maksud untuk memberikan.
(36) STOP, Korban Gempa Bukan Barang Jaminan Hutang Luar Negeri
Tuturan tersebut terjadi pada peristiwa tutur yang dipasang di jalan Malioboro, dekat gedung DPR DIY. Penuturnya ialah pembuat kain rentang yang bersangkutan tanpa menuliskan nama. Tujuannya ialah melarang mitra tuturnya (masyarakat yang terkena gempa yang melewati jalan Malioboro, dekat gedung DPR DIY dan membaca kain rentang tersebut) agar menghentikan tindakan pencarian dana ke luar negeri dengan menjadikan korban gempa sebagai barang jaminan. Tuturan itu memiliki maksud secara lengkap sebagai berikut.
“Kami ingin menolak Anda (masyarakat yang melewati jalan Malioboro, dekat gedung DPR DIY dan membaca kain rentang tersebut) untuk menghentikan tindakan pencarian dana ke luar negeri dengan menjadikan korban gempa sebagai barang jaminan.”
(37) Betapapun deritanya, jangan jual aqidah kita. (Jemaah Syamsu Rizal)
(38) Daerah gempa bukan daerah wisata.
(39) Holobis kontul baris, Ojo pijer nangis.
‘Merapatlah bagai burung kontul berbaris, jangan selalu menangis terus-menerus’
Melarang masyarakat untuk cengeng karena pada saat yang bersangkutan ini yang dibutuhkan ialah gotong royong dan kebersamaan.
I. Tuturan Mengancam
Tindak tutur ‘mengancam’ adalah tuturan yang memiliki atau mengandung maksud untuk memberikan pernyataan ancaman.
(40) Yang mengkorupsi dana gempa, sengsara 7 turunan
Tuturan tersebut terjadi pada peristiwa tutur yang berlokasi di perempatan SGM. Pewicara (masyarakat tanpa nama yang memasang kain rentang) mengancam mitra wicara (masyarakat yang melewati perempatan SGM) untuk tidak menkorupsi dana gempa.
(Maksudnya: “Kami mengancam Anda (masyarakat yang melewati perempatan SGM dan membaca kain rentang tersebut) akan mengalami kesengsaraan 7 turunan jika melakukan korupsi terhadap dan gempa.”
(41) Maling mlebu, mati ngenggon
‘Pencuri masuk, akan meninggal di tempat’
J. Tuturan Berterima Kasih
Tindak tutur ‘berterima kasih’ adalah tuturan yang memiliki atau mengandung maksud untuk memberikan pernyataan terima kasih.
(42) Terima kasih atas peran aktif dalam membantu korban gempa Yogya
Tuturan tersebut terjadi pada peristiwa tutur yang dipasang jalan Ring Road, dekat perempatan Gejayan. Penuturnya ialah komunitas yang bernamakan Java Tourism. Tujuannya ialah mengucapkan terima kasih kepada mitra tuturnya (masyarakat yang terkena gempa yang melewati jalan Ring Road, dekat perempatan Gejayan dan membaca kain rentang tersebut) atas peran aktifnya di dalam membantu korban gempa.
(Maksudnya: “Kami atas nama masyarakat yang bernamakan Java Tourism mengucapkan terima kasih kepada mitra tuturnya (masyarakat yang terkena gempa yang melewati jalan Ring Road, dekat perempatan Gejayan dan membaca kain rentang tersebut) atas peran aktifnya di dalam membantu korban gempa.”
Pembahasan secara pragmatis pada fenomena kebahasaan di kain rentang tersebut dapat dijadikan sebagai dokumentasi yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan tambahan wawasan komunikasi sosial. Semoga bermanfaat.
Wiwin Erni Siti Nurlina
Peneliti, OR Arbasa, BRIN