Waktu.news | Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, telah melarang Kementerian dan lembaga untuk membangun aplikasi digital baru. Saat ini, terdapat sekitar 27.000 aplikasi layanan publik yang tersebar di berbagai Kementerian dan lembaga.
Presiden Joko Widodo juga telah menugaskan masing-masing Kementerian Koordinator untuk mengaudit dan mengklarifikasi ratusan aplikasi yang tumpang tindih, sehingga seluruh aplikasi dapat diintegrasikan dalam layanan digital pemerintah terpadu.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Abdullah Azwar Anas, mengungkapkan hal tersebut setelah rapat yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta, pada Senin, 12 Juni 2023.
Presiden Joko Widodo meminta setiap Kementerian dan lembaga untuk tidak membangun aplikasi digital baru, karena sudah ada sistem yang terintegrasi dan memiliki interoperabilitas dalam arsitektur sistem pemerintahan berbasis elektronik.
Imbauan tersebut diperkuat dengan ditandatanganinya Peraturan Presiden Nomor 132 tahun 2022 tentang arsitektur Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) nasional, yang akan terus disesuaikan dengan konsep infrastruktur publik digital.
Sebagai tindak lanjut, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi juga mengumumkan bahwa Presiden Joko Widodo telah menugaskan masing-masing Kementerian Koordinator untuk mengaudit dan mengklasifikasi ratusan aplikasi yang tumpang tindih, sehingga seluruh aplikasi dapat diintegrasikan dalam layanan digital pemerintah yang terpadu.
Hingga saat ini, terdapat 27.000 aplikasi layanan publik yang nantinya akan diintegrasikan, termasuk layanan pendidikan, kesehatan, bantuan sosial, dan sejumlah layanan lainnya.
Anas juga mengungkapkan bahwa penerapan aplikasi layanan publik yang terintegrasi ini diharapkan dapat mempercepat Pertumbuhan Domestik Bruto (PD) per kapita di Indonesia di masa depan.
“Pak Presiden memberikan arahan untuk tidak lagi membangun aplikasi-aplikasi baru. Saat ini terdapat lebih dari 27.000 aplikasi, sehingga rakyat akan kesulitan membuat akun secara individual untuk mendapatkan pelayanan digital,” jelas Anas.
Dengan adanya interoperabilitas dari sisi kelembagaan, koordinasi, strategi, dan kebijakan yang telah dilakukan oleh tim koordinasi SPBE dan Kementerian Keuangan, masih diperlukan pengelolaan terpusat untuk implementasi teknis.
Selain itu, perlu ditetapkan bahwa hanya akan ada satu portal untuk semua layanan publik berbasis identitas digital. Sistem utamanya, Indonesia perlu berfokus pada infrastruktur publik digital sebagai dasar di mana layanan-layanan lainnya akan dibangun. Hal ini membutuhkan kesepakatan dan target yang harus tercapai hingga Oktober,” pungkasnya. (red)