Sejak dimekarkan tahun 2005, Goyo menjadi satu kewajiban pemerintah yang ditepikan. Padahal Goyo juga adalah penentu dari mekarnya Bolmut menjadi daerah otonom baru di Sulawesi Utara. Hal ini sangat ganjil jika desa–tanpa legalitas sebagai desa–ini dianak tirikan apalagi oleh para pemimpin daerah.
Kita lihat produk gagal pemerintah yang ada di Goyo
Pertama, jembatan. Ini adalah akses penghubung dari Desa Ollot II ke Desa Goyo. Tapi sampai hari ini tidak direalisasikan pemerintah. Hanya tiangnya saja yang berdiri hampir hanyut dilahap banjir dan waktu. Padahal ada dana untuk pembangunan sebanyak 35 miliar. Pertanyaanya, kemana 35 miliar itu? Padahal Bolmut beberapa kali berturut-turut mendapat penghargaan sebagai pengelolaan keuangan terbersih di Sulut. Hal ini tentunya menjadi ganjil dan perlu peninjauan kembali bagi pihak-pihak terkait.
Akibat kelalaian pemerintah dari periode ke periode, menjadikan masyarakat Goyo sangat kesulitan dengan akses jalan. Harus mengunakan rakit untuk menyebrang sungai. Hal ini tentunya beresiko, apalagi saat sedang banjir, nyawa bisa jadi taruhannya.
Kedua, jalan. Jalan memang sudah teraspal tapi hanya sepengal, bagai orang yang ditinggalkan lagi sayang-sayangnya, padahal sedang bahagia sebelumnya. Pemerintah selain tidak amanah, juga senang “ngebaperin” rakyatnya. Jika saya punya kekuatan seperti Avatar, barangkali sudah saya porak-porandakan mereka. Tapi seperti di era Orde Baru, ketika ada yang bersuara jika dari kalangan orang biasa maka tidak akan di dengar, dan jika dari kalangan itelektual akan di bungkam, tidak diberikan pekerjaan, atau dipecat dari pangkat dan jabatan, ini menurut hemat saya, ya. Ini juga mungkin mengapa masyarakat setempat menyerah saja pada takdir.
Jalan yang dilalui masyarakat Goyo sangat beresiko, banyak kecelakaan yang terjadi, tapi syukurlah belum ada yang tewas, jika ada itu bukan Tuhan yang mengambil nyawa tapi pemerintah, haha. Jalanan yang dilalui juga akan membuat keguguran ibu hamil atau melahirkan secara prematur. Ini yang kemudian menjadi perhatian bagi saya pribadi untuk mengulas yang yang jarang ditilik oleh pemerintah.
Opini terkait Lainnya: Mengintip Kesulitan Warga Transmigrasi Desa Goyo
Padahal jika musim pemilu datang menjelang, banyak sekali para caleg yang datang membawa janji manis yang palsu. Saya pengen sekali menabok orang-orang yang tidak amanah terhadap janjinya sendiri. Tapi apalah daya, saya hanya rakyat kecil yang makan pun sering kehabisan dan harus mengutang di warung tetangga untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Ketiga, tidak adanya akses jaringan seluler. Hal ini mengakibatkan informasi tidak bisa diakses oleh masyarakat setempat. Olehnya, orang-orang di sana harus bolak-balik jalanan yang ‘mengerikan’ itu hanya untuk mencari informasi. Apalagi saat pandemi begini yang mengharuskan setiap siswa belajar daring, tapi di sana guru-guru harus mengunjungi rumah-rumah siswa untuk memberikan pelajaran, itu pun kadang-kadang saya. Di sini saya tidak menyalahkan guru-guru, tapi pemerintah. Ya, kalau ada perhatian lebih terhadap rakyatnya apalagi dalam bidang pendidikan mungkin akan disediakan akses yang memadai baik dari jembatan, jalan dan juga jaringan.
Keempat, menyoal pendidikan. Di goyo banyak anak yang putus sekolah dan tidak sedikit yang menikah muda. Bukan apa-apa, tapi lagi-lagi karena ekonomi. Hal ini membuktikan bahwa Pemerintah daerah memang tidak terlalu mempedulikan nasib pendidikan di Goyo, hanya sibuk dengan infrastruktur. Untuk kesejatheraan masyarakat, itu dinomor terakhirkan. Ini menjadi ironi tersendiri khususnya saya pribadi sebagai anak desa yang merasakan langsung bagaimana dinamika yang ada di daerah itu. Akibatnya dari banyaknya anak yang putus sekolah, menjadikan taraf kemiskinan semakin bertambah di negeri yang kaya ini.
Bagaimana tidak? Masyarakat di Goyo mengantungkan hidupnya dari hasil alam. Mencari nafkah dari hasil hutan, menghidupi keluarga dari hasil berburu “woka” yang per ujungnya di hargai Rp. 1.700-an. itu tidak akan cukup. Pekerjaan mereka berat tapi hasil yang didapat sangat tidak sepadan di banding Pemerintah daerah yang kerjaannya hanya rapat sepanjang hari, yang itu pun belum tentu teralisasi.
Nah, untuk selanjutnya yang saya perlu kritisi dan beritahukan kepada dunia, di Goyo juga tersedia tempat pengobatan, tapi tidak ada perawatnya. Bukan apa-apa tapi para perawat yang juga tidak amanah itu, jarang sekali ke Goyo, padahal sudah digaji. Akibatnya jika ada masyarakat yang sakit harus bolak-balik lagi ke desa seberang, dan tentunya dengan akses jalan yang sebegitu, barangkali umur sudah berkurang selama dua minggu setiap kali melewati jalanan yang modelnya seperti sungai yang dikeringkan itu.
Itu saya, salam manis dari saya untuk Pemerintah daerah, semoga tidak anti kritik dan tolong kembalilah ke jalan yang benar, penuhi janji-janji konyol itu. Dan selamat HUT daerah tercinta, Bolaang Mongondow Utara yang ke-14. Semoga semakin maju dan semoga kesejahteraan rakyat adalah hal yang utama, Amiin.
Catatan Oleh:
Alin Pangalima.