Waktu.news | Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Dalam keterangan pers pada jumat 26 agustus 2022 di kanal Kemenkeu RI menyampaikan kondisi dari APBN terkait dengan subsidi BBM.
Hal tersebut supaya bisa lebih menjelaskan dan juga sekaligus untuk memberikan. Transparansi mengenai desain dari kebijakan pemerintah terkait dengan subsidi BBM yang memang sudah menjadi perhatian masyarakat luas,” jelas mantan alumni Universitas Illinois Urbana-Champaign itu.
Berikut Penjelasan Sri Mulyani Terkait Kondisi APBN Terkait Dengan Subsidi BBM
Harga harga yang ada di masyarakat Untuk energi tidak berubah.
Kita lihat solar harga jual eceran di tetapkan oleh Pertamina tentu dengan seizin pemerintah, Itu hanya Rp 5.150 per liter, Ini artinya harga solar jauh di bawah yaitu hanya 37% dari harga ril keekonomiannya kalau menggunakan Dolarnya 14,450 dan ICP 105 harusnya harga solar di Rp 13.009 50 per liter.
Dengan kurs sekarang itu sudah di atas 144, 50 tapi 14.700. Maka harga dari solar harusnya di Rp 13.009 50 per liter. Jadi harga yang di jual kepada masyarakat itu hanya 37 persennya, artinya masyarakat dan seluruh perekonomian mendapatkan subsidi 63% dari harga Keekonomian atau harga ril nya Rp 8.800 per liternya. Jadi di solar setiap liter yang di beli, Rp 8800 subsidi yang di berikan oleh negara.
Untuk pertalite juga sama harga di masyarakat Rp 7650 per liter. Kalau sekarang ICP nya di 105 dan kursnya di Rp 14.700 Maka harga pertalite harusnya di Rp 14.450 per liter, artinya, harga pertalite sekarang ini adalah 53% rakyat yang mengkonsumsi dan menggunakan pertalite setiap liternya mendapatkan subsidi Rp 6.800.
Pertamax yang sekarang harganya di Rp 12.500, seharusnya harga berdasarkan ICP 105 kurs Rp 14.700 itu harusnya di Rp 17.300 per liter. jadi bahkan pertama sekalipun yang di konsumsi oleh mobil-mobil yang biasanya bagus, Berarti yang pemiliknya juga mampu, itu setiap liternya mereka mendapatkan subsidi Rp 4.800.
LPG Yang sekarang harga jual per kilo nya adalah Rp 4.250. Kalau mengikuti dengan harga ICP atau gas yang sekarang dan kurs harusnya harganya Rp 18.500. Ini artinya setiap kilo elpiji, Konsumen mendapatkan subsidi
Rp 14.250, jadi kalau setiap beli biji 3 kilo maka mereka mendapatkan Rp 42.000 lebih. setiap beli 3 kilo elpiji itu subsidinya adalah Rp 42.750.
698 triliun ini siapa yang menikmati?
Kalau untuk solar, konsumsinya itu adalah Sebagian rumah tangga sebagian adalah dunia usaha solar itu 89% dari 15 juta atau 17 juta kilo liter itu, 89% di nikmati oleh dunia usaha, 11% di nikmati oleh rumah tangga. Dari yang rumah tangga ini yang menggunakan solar, 95% adalah rumah tangga yang mampu yang mengkonsumsi solar yang subsidinya luar biasa besar, Per liternya, Rp 8.800 Subsidinya.
Yang menikmati adalah rumah tangga mampu yaitu 1,69 dari 11% total volume yang di konsumsi rumah tangga. Hanya 0,1 juta yang betul betul di nikmati oleh mereka yang memang memiliki tingkat ekonomi yang tidak mampu, yaitu 40% terbawah dari rumah tangga di Indonesia yang berpendapatan paling bawah.
Dalam rupiahnya juga sama, 95% dari subsidi solar Itu dinikmati Oleh Rumah tangga yang mampu. Subsidi solar itu mencapai berapa pak isa 140? 149 triliun untuk solar. Jadi dari 149 triliun itu hanya 5% yang dinikmati oleh rumah tangga yang tidak mampu, selebihnya adalah dunia usaha dan rumah tangga yang mampu.
Pertalite situasinya juga sama. 93,5 triliun, Ini 80 Persen dinikmati oleh rumah tangga yang relatif, mampu atau bahkan sangat kaya. 60 persennya. Sedangkan masyarakat miskin yang menggunakan untuk motor dan yang lain-lain yang mengkonsumsi pertalite, hanya mengkonsumsi 20 persennya.
Ini artinya dengan ratusan triliun subsidi yang kita berikan yang menikmati adalah kelompok yang justru paling mampu, karena mereka yang mengkonsumsi BBM itu, entah pertalite, solar atau bahkan juga tadi Pertamax yang memang masih ada.
LPG 3 kilo walaupun tidak sedramatis seperti solar dan pertalite. 60% juga masih yang menikmati adalah kelompok yang relatif mampu, Hanya 40% yang menikmati.
Dari sisi anggaran uangnya ratusan triliun. Apalagi kalau 502 naik menjadi 698. Ratusan triliun itu yang banyak menikmati adalah kelompok menengah atas, yang paling miskin justru mendapatkan sangat kecil.
Saya ingin memberikan ilustrasi, kalau kita punya uang 502 triliun, kira-kira Bisa dapat apa saja dalam APBN kita ?
RP 5502 Triliun Subsidi Energi Setara Dengan.
- 3.333 Rumah Sakit Skalah Menengah (Biaya Rp 150 miliar/RS)
- 227.886 Sekolah Dasar (Biaya Rp 2,1 Miliar/SD
- 3.501 Ruas Tol Baru (biaya Rp 142.8 miliar/km)
- 41.666 Puskesmas (Biaya Rp 12 miliar/unit)
Jadi ini hanya untuk memberikan sense of magnitude. Bahwa angka ini adalah angka yang sangat besar dan sangat riil dan ini masih belum cukup. Masih akan berpotensi menambah 195,6 triliun lagi dengan tren harga minyak dan harga.
Dan kalau dari sini dari hitungan kita bulan juli pada saat kita menyampaikan ke DPR sampai sekarang pun hanya dalam waktu satu bulan perubahan terus berjalan, maka kami akan terus mengelola APBN secara hati hati.
Pesannya adalah pertama subsidi yang ratusan triliun ini jelas sasarannya dan yang menikmati adalah kelompok yang relatif mampu dan ini berarti kita mungkin akan menciptakan kesenjangan yang makin lebar dengan subsidi ini karena yang mampu menikmati dana subsidi ratusan triliun yang tidak mampu tidak menikmati.
Nah untuk itu memang akan diperlukan berbagai langkah langkah untuk satu tetap menjaga APBN kita sebagai shock absorber artinya, Subsidi itu tidak akan dicabut tapi penyesuaian mungkin perlu untuk dipertimbangkan
Kedua APBN kita juga tetap harus terjaga supaya kita tetap bisa mengedepankan 2023 2024 yang nanti ketidakpastian juga masih akan tinggi.
Ketiga semuanya gotong royong, kelompok masyarakat yang relatif mampu mungkin harus Kontribusikan Lebih baik atau lebih banyak dibandingkan masyarakat yang tidak mampu, yang harus kita bantu dengan berbagai instrumen dari mulai bansos sampai dengan subsidi tapi yang tepat sasaran. (rhp)
Berita Terkait;
- Ramson Siagian: Kenaikan Harga BBM Bersubsidi Tidak Perlu Terburu-Terburu
- Mercy Chriesty Barends: Kenaikan Harga BBM Bersubsidi Bak Buah Simalakama