WAKTU.news – Kepala Desa Kayumoyondi, Kecamatan Tutuyan, Kabupaten Bolaang Mongondow Timur, Masrianto Patra diduga menjadi makelar jual beli lahan persawahan seluas 32 hektare di wilayahnya.
Berdasarkan informasi yang diperoleh waktu.news, puluhan hektare lahan persawahan yang masuk dalam kawasan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) tersebut dibeli oleh seorang investor benama Yoni kepada 24 pemilik lahan yang difasilitasi atau diperantarai pemerintah desa.
Dari total harga jual 35 juta rupiah per hektare, para pemilik lahan menerima uang Rp 31,5 juta. Pemerintah desa pun disebut-sebut menerima komisi sebesar 3,5 juta rupiah per hektarnya. Bila ditotal, nilainya mencapai ratusan juta rupiah.
Proses jual beli lahan ini tengah menjadi perhatian serius Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Kayumoyondi. Pasalnya, sejak awal pertemuan antara pihak investor dengan para pemilik lahan sampai proses bayar membayar, pemerintah desa tidak pernah melibatkan BPD.
Bukan hanya BPD saja, bahkan Camat hingga pemerintah daerah pun tidak mengetahui jika puluhan hektare lahan persawahan diwilayahnya telah dibayar investor.
“Kalau kami ada undangan, ya kami tetap hadiri. Tapi selama proses dari awal itu kami tidak pernah dilibatkan,” kata Wakil Ketua BPD Kayumoyondi, Asri Mandagi.
Asri Mandagi juga mengungkapkan, BPD juga telah melayangkan surat ke pemerintah desa untuk meminta penjelasan mengenai proses jual beli lahan persawahan yang difasilitasi oleh pemerintah desa itu.
Dalam surat tersebut, kata Asri, pemerintah desa menjelaskan bahwa uang yang diterima itu salah satunya adalah biaya untuk pengukuran lahan.
“Karena sesuai bunyi surat yang. Kami kan menyurati mereka, mengklarifikasi soal itu. Ada jawaban mereka dalam surat itu. Kami tahunya dari situ, hasil balasan dari Pemdes,” ungkapnya.
Kepala Desa Kayumoyondi, Masrianto Patra saat di konfirmasi membantah jika dirinya menerima uang 3,5 juta per hektare.
Menurut Masrianto, dirinya tak pernah menerima uang sebesar itu. Hal itu juga telah ia jelaskan kepada Camat Tutuyan sebagaimana surat yang dilayangkan BPD Kayumoyondi.
“Saya selaku Sangadi (kepala desa) tidak tahu soal 3 juta setengah itu,” kata Masrianto Patra kepada waktu.news, Selasa (13/6/2023) sore.
Masrianto menerangkan, awalnya pemilik lahan mematok nilai jual kepada pihak pembeli diangka Rp 35 juta. Namun karena pihak pembeli masih akan mengurus sertifikat dan IPPM, maka harga lahan per hektarenya jatuh diangka 31,5 juta rupiah.
Dalam proses tersebut, ia menegaskan pemerintah desa tidak pernah menerima uang 3,5 juta per hektare baik dari pihak pembeli ataupun para penjual lahan.
“Saya tidak menerima 3 juta setengah. Apalagi kalau 3 juta setengah di kali 24, hampir 90 juta itu punya saya, kecang itu,” terangnya.
Masrianto menjelaskan, uang yang ia terima dari hasil jual beli lahan tersebut hanya sekitar 12 juta rupiah. Uang itu adalah biaya pembuatan Surat Keterangan Tanah. Perhektarnya Rp 450 ribu.
Sebagian dari uang tersebut, kata Masrianto, dibagi kepada para kepala dusun dan perangkat desa.
“Jadi kami bagi sama, lima-lima ratus ribu. Dikasi lebih kepada kepala-kepala dusun. Kepala dusun 600 ribu, dan kaur-kaur 400 ribu, sebab kaur-kaur yang lain tidak lelah,” jelasnya.
Diketahui, 32 hektare lahan persawahan itu, akan dijadikan sebagai tembat budidaya udang dan sapi Belgian Blue. (aah)
- Destinasi Pantai Lolan Calon Primadona Pulau Sulawesi
- Terkait Pengrusakan Hutan Lindung Desa Nunuka, Frangky Chendra: Tidak Ada Lahan Disana
- LAKI Boltim: Usut Tuntas Dugaan Pungli dan Jual Beli Ijazah di SKB