Bank Sentral Indonesia Optimis Sertifikat Baru Akan Menarik Minat Investor Asing dengan Hasil ‘Sangat Menggiurkan
Waktu.news | Suasana optimisme penuhi ruang Bank Sentral Indonesia saat mereka mengumumkan pengenalan sertifikat baru yang akan dijual pada bulan mendatang. Dalam pernyataan yang disampaikan pada hari Senin, seorang pejabat bank mengungkapkan keyakinan bahwa sertifikat ini akan menyajikan hasil investasi yang “sangat menggiurkan” bagi para investor asing. Proyeksi ini diharapkan mampu mendorong arus masuk modal, turut menjaga likuiditas yang mendukung pertumbuhan ekonomi.
Pekan lalu, langit-langit ekonomi diramaikan dengan kabar bahwa lelang mingguan akan diadakan oleh Bank Indonesia untuk Surat Berharga Rupiah Bank Indonesia (SRBI), dengan obligasi pemerintah sebagai aset pokok yang menghiasi lelang tersebut, mulai 15 September.
Tujuan utama instrumen ini adalah menarik minat investasi dari luar negeri, sekaligus menyerap likuiditas rupiah yang berlebihan di dalam pasar keuangan domestik. Dengan begitu, stabilitas mata uang rupiah bisa diberikan saat Indonesia menghadapi situasi di mana neraca transaksi berjalan dan neraca pembayaran negara ini sedang mengalami defisit.
Para pengamat ekonomi telah lama mengatakan bahwa kesuksesan SRBI akan tergantung pada sejauh mana tingkat pengembaliannya. Hari Senin lalu, Edi Susianto, Kepala Manajemen Moneter Bank Indonesia (BI), membagikan beberapa detail penting terkait rencana ini.
BI akan mengadakan lelang untuk sertifikat dengan tenor 6, 9, dan 12 bulan setiap hari Rabu dan Jumat. Tingkat pengembalian dari sertifikat-sertifikat ini akan serupa dengan tingkat yang diberikan pada obligasi pemerintah saat dilakukan pembelian kembali (reverse repurchase/RR). Edi menjelaskan detil ini dengan semangat di konferensi pers yang diadakan.
Pada lelang terakhir yang digelar pada 18 Agustus, BI sukses menjual kontrak RR dengan tenor 6, 9, dan 12 bulan, masing-masing dengan tingkat pengembalian sebesar 6,31208 persen, 6,39517 persen, dan 6,41884 persen.
“Dalam pandangan kami, tingkat bunga ini sungguh menggiurkan,” ucap Edi dengan percaya diri. “Tentu saja, kami juga yakin bahwa Indonesia pada dasarnya masih dianggap sebagai tempat yang menjanjikan untuk berinvestasi.”
Sayangnya, Edi menolak memberikan petunjuk seberapa banyak SRBI yang akan dijual oleh bank sentral. Namun, dia memastikan bahwa likuiditas domestik akan dijaga agar tidak terlalu ketat, sehingga tetap mendukung pertumbuhan ekonomi tanpa menciptakan ketidakseimbangan yang berlebihan.
SRBI nantinya akan menggantikan program “Operasi Twist” yang telah dijalankan oleh BI di pasar obligasi. Melalui program ini, bank sentral menjual obligasi pemerintah jangka pendek dan berkomitmen untuk membeli obligasi jangka panjang setiap kali tingkat pengembalian obligasi naik. Selain itu, BI juga akan menghentikan penawaran pembelian kembali obligasi pemerintah dengan tenor yang serupa.
Menariknya, konsep SRBI masih bisa berkembang untuk mencakup tenor yang lebih pendek, bahkan mulai dari satu minggu. Frekuensi lelang pun berpotensi untuk ditingkatkan, ujar Edi dengan penuh semangat.
Para ekonom dari BofA Global Research menuliskan dalam catatan mereka, “Dampak dari SRBI terhadap arus masuk modal pada akhirnya akan bergantung pada tingkat pengembalian yang ditawarkan. Namun, kemungkinan besar BI melihat instrumen ini sebagai cara baru untuk mengatur nilai tukar Rupiah di tengah gejolak pasar.” Mereka menyoroti fakta bahwa surplus perdagangan Indonesia semakin mengecil dan neraca transaksi berjalan kembali ke zona defisit kecil.
Handy Yunianto, sebagai Kepala Pendapatan Tetap di Mandiri Securities, berpendapat bahwa lelang SRBI akan memberikan alternatif menarik bagi para investor seiring dengan penurunan penjualan obligasi yang dilakukan oleh pemerintah.
- Indonesia Berpotensi Memangkas Target Penjualan Obligasi Tahun depan dengan ‘Dana Sisa’
- CBS Bank Indonesia Jadi E-Banking Pemerintah
- BI Rilis Ciri-ciri Keaslian Uang Rupiah Kertas Tahun Emisi 2022