Ketimpangan Guru di Bolmut: Realitas yang Harus Segera Diatasi

Pendidikan adalah pilar utama kemajuan daerah, namun bagaimana jika tenaga pengajarnya justru tidak merata? Data terbaru dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Bolaang Mongondow Utara (Bolmut) mengungkap realitas pahit: distribusi guru di wilayah ini masih jauh dari SEJALAN.
Dari jenjang SD hingga SMP, angka yang tersaji memperlihatkan adanya kelebihan guru di beberapa mata pelajaran, sementara di sektor lain justru terjadi kekurangan. Ironisnya, dalam beberapa kecamatan, jumlah tenaga pendidik terlihat cukup, namun di daerah lain justru kekurangan, menandakan adanya masalah distribusi yang belum terselesaikan.
Kesenjangan Distribusi Guru: Masalah Lama yang Tak Kunjung Usai
Mari kita lihat angka-angkanya. Untuk jenjang SD, tercatat 398 guru ASN dan 275 guru PPPK. Sekilas, angka ini tampak cukup. Namun jika ditelisik lebih dalam, ada kelebihan guru di beberapa bidang, sementara di bidang lainnya masih kekurangan. Di tingkat SMP, situasinya lebih mengkhawatirkan. Ada 192 guru ASN dan 56 guru PPPK, tetapi jika melihat kebutuhan spesifik per mata pelajaran, terjadi ketidakseimbangan yang tajam.
Beberapa mata pelajaran di SMP seperti Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) memiliki kelebihan hingga 19 guru, sementara bidang seperti Prakarya justru kekurangan 10 guru. Apakah ini menunjukkan buruknya perencanaan distribusi tenaga pendidik? Ataukah ini akibat sistem rekrutmen yang lebih menitikberatkan pada kuantitas daripada kebutuhan spesifik?
Ketimpangan yang Bisa Menghambat Kualitas Pendidikan
Ketimpangan ini jelas berdampak besar pada kualitas pendidikan. Sekolah yang kekurangan guru akan mengalami gangguan dalam proses belajar mengajar, sementara sekolah yang kelebihan tenaga pendidik justru bisa mengalami tumpang tindih tugas.
Lebih parah lagi, jika seorang guru harus mengajar mata pelajaran di luar bidang keahliannya karena kekurangan tenaga pengajar, maka dampaknya bukan hanya pada guru itu sendiri, tetapi juga pada murid yang tidak mendapatkan pendidikan sesuai standar.
Jika kita mengacu pada visi besar pendidikan nasional untuk menciptakan sumber daya manusia unggul, maka kondisi ini sangat bertolak belakang dengan tujuan tersebut. Bagaimana mungkin kita berharap generasi muda di Bolmut bisa bersaing jika masalah mendasar seperti distribusi guru saja belum terselesaikan?
Pemerintah Harus Segera Bertindak
Ketimpangan ini bukan sekadar angka di atas kertas, melainkan masalah nyata yang akan berdampak jangka panjang pada kualitas pendidikan di daerah. Pemerintah daerah harus segera mengambil langkah konkret untuk mengatasi masalah ini.
Beberapa solusi yang mungkin bisa diterapkan oleh pemerintah daerah;
- Redistribusi Guru – Pemerintah perlu melakukan pemetaan ulang dan mendistribusikan guru secara merata ke sekolah-sekolah yang kekurangan.
- Rekrutmen Guru Berbasis Kebutuhan – Tidak sekadar menambah jumlah guru, tetapi harus menyesuaikan dengan kebutuhan di lapangan.
- Peningkatan Kompetensi Guru – Melatih guru agar bisa mengajar lebih dari satu mata pelajaran sebagai solusi jangka pendek untuk mengatasi kekurangan tenaga pendidik di bidang tertentu.
- Pemanfaatan Teknologi Pendidikan – Jika distribusi fisik sulit dilakukan dalam waktu dekat, metode pembelajaran digital bisa menjadi alternatif untuk mengisi kekosongan tenaga pengajar.
Tentu saja, semua ini membutuhkan komitmen kuat dari pemerintah daerah dan koordinasi yang baik dengan pihak sekolah. Tanpa langkah konkret, masalah ini akan terus berulang setiap tahun.
Pada akhirnya, keberhasilan pendidikan di Bolmut bukan hanya tentang jumlah guru, tetapi tentang bagaimana mereka didistribusikan dan dimanfaatkan secara optimal. Jika masalah ini terus dibiarkan, kita hanya akan melahirkan generasi yang tertinggal dalam kompetisi global.
Hal ini bukan masalah baru, tapi ini adalah ujian besar bagi kepemimpinan Sirajudin Lasena – Aditya Pontoh. Apakah mereka akan tetap nyaman dengan kondisi saat ini, atau berani mengambil langkah revolusioner untuk memperbaiki pendidikan di daerah ini?