KPMIBU Sebagai Pengawal Masa Depan Bolaang Mongondow Utara.
Kerukunan Pelajar Mahasiswa Indonesia Bolaang Mongondow Utara (KPMIBU) merupakan organisasi mahasiswa-kedaerahan yang resmi berdiri pada tanggal 27 Agustus Tahun 2005 silam (sebelum Bolaang Mongondow Utara resmi menjadi daerah otonom). Dalam proses kelahirannya, tentu kita tidak boleh melupakan Forum Komunikasi Pelajar Mahasiswa Binadou (FKPMB) – berdiri pada tanggal 18 september 1998 – yang bisa disebut sebagai embrio dari KPMIBU itu sendiri.
Awalnya, baik KPMIBU maupun FKPMB mempunyai misi yang sama, yaitu mengawal pemekaran Daerah Bolaang Mongondow Utara, atau bisa dikatakan bahwa misi KPMIBU itu sendiri merupakan kelanjutan dari misi FKPMB. Kita tahu bahwa untuk mewujudkannya misi tersebut tentu harus melalui perjuangan yang cukup panjang dan melelahkan, hingga akhirnya sejarah berpihak pada kita, dengan berdirinya Kabupaten Bolaang Mongondow Utara menjadi daerah otonom sebagai hadiahnya.
Hari ini keadaan telah berubah, Bolaang Mongondow Utara telah resmi menjadi daerah otonom, dan Posisi KPMIBU sebagai “pengawal” pemekaran dengan sendirinya tidak lagi relevan. Kita butuh orientasi baru! Diresmikannya pemekaran daerah, merupakan tanda bahwa tujuan awal sudah tercapai, namun alih-alih tugas selesai, justru KPMIBU ketambahan tugas baru, yaitu memastikan kabupaten Bolaang Mongondow Utara menjadi daerah menjadi daerah yang masyarakatnya adil dan makmur, sebagaimana amanat otonomi daerah.
Sebenarnya, dari awal, para founding person KPMIBU telah sadar akan tanggung jawab tersebut. Kesadaran itu dengan sendirinya mendorong mereka di kala itu untuk menjadikan KPMIBU sebagai organisasi kemahasiswaan yang eksistensinya harus tetap dan berkelanjutan; bukan hanya sebagai pelaku di masa lalu, melainkan juga sebagai aktor masa kini yang ikut menentukan bagaimana Bolaang Mongondow Utara di masa depan. Kalau KPMIBU dulunya adalah “pengawal pemekaran”maka hari ini KPMIBU adalah “pengawal cita-cita daerah”, dengan kata lain sebagai pengawal masa depan Bolaang Mongondow Utara – sebagaimana yang tertuang dalam rumusan tujuannya: “Terbentuknya pribadi yang mandiri, berbudi luhur, berilmu, cerdas, dan bertanggung jawab dalam mengamalkan ilmunya, serta komitmen dalam memperjuangkan cita-cita daerah dan kemerdekaan Indonesia”.
Dilihat dari redaksi kalimat, memang tidak tertuang kata “pengawal” secara ekplisit, tetapi hal itu dengan sendirinya sudah terkandung dalam kalimat “Komitmen dalam memperjuangkan…” Di samping itu, kalimat itu mengandung makna moral yang sangat fundamental yang bisa disebut, meminjam istilah Cak Nur, “perjanjian primordial” KPMIBU. Artinya KPMIBU dibuat semata-mata hanya untuk menjalankan “perjanjian” tersebut, sehingga harus dipertanggung jawabkan oleh setiap kader, baik secara individu maupun secara organisasi; baik bagi mereka yang masih aktif sebagai kader maupun yang sudah menjadi alumni. Perjuangan itu harus dilakukan secara konsisten dan konsikuen.
Pertanggung jawaban itu akan ditagih dalam bentuk sumbangsi pemikiran, tindakan, serta karya yang kesemuanya itu ditujukan untuk memperjuangkan cita-cita Bolaang Monngondow Utara. Perealisasian semangat juang itu, tentu harus disertai dengan kesadaran dan pengetahuan yang lengkap tentang keadaan, bahwa di zaman yang telah lalu berbeda dengan hari ini. Tantangan KPMIBU hari ini jauh berat, dengan masalah yang semakin kompleks di segala bidang kehidupan. KPMIBU harus cepat menyesuaikan diri dengan kondisi hari ini.
Penyesuaian tersebut harus dimulai dari dalam organisasi, tepatnya dimulai dari pola pengakaderan yang merupakan jantung organisasi, sebab dari situlah kader akan dibentuk pandangannya dan dirubah pola pikirnya. Pola pengkaderan yang “jadul” akan menghasilkan cara pandang pandangan yang “jadul” dan mereka yang berpandangan jadul tak mungkin bisa tanggap dengan kenyataan yang mengalir begitu cepat. Konsekuensinya jelas: ketertinggalan.
Kita, tentu saja, tidak ingin melihat kader KPMIBU menjadi lamban dalam membuat pembaharuan. Oleh karena itu, menataan ulang pola pengaderan menjadi suatu keharusan. Perlu diperjelas, bahwa pengaderan yang saya maksud bukan hanya mencakup OKM dimana kader ditempah selama tiga hari, namun mencakup juga rutinitas organisasi dalam hal pengembangan kompetensi kader. Dalam hal pengembangan kader, sejauh pengamatan penulis, KPMIBU terlalu monoton, yaitu hanya berkutat pada persoalan kognitif (rutinitas kajian) dan etika. Belum menyentu pada soal-soal yang lain, misalnya keterampilan atau soft skill, yang notabenenya sangat diperlukan di masyarakat.
Bagi saya, pola pengembangan kader yang monoton itu mungkin menjadi salah satu faktor mengapa ada banyak kader yang kurang aktif. Ini dikarenakan tidak semua kader punya minat pada pada pengembangan kognitif, apalagi meteri-materi dasar di KPMIBU sendiri, menurut sebagian kader sangat berat dan rumit untuk dipahami, misalnya filsafat, ekopol, dan lain sebagainya. Semua orang tidak memiliki minat yang sama, begitulah kenyataannya. Ada yang lebih suka seni, olahraga, wirausaha, hingga teknologi. Ini semua harus bisa difasilitasi oleh KPMIBU. Intinya, pola pengembangan kompetensi kader harus mempertimbangkan keragaman minat dan bakat setiap orang.
Disisi lain, penulis melihat, perlunya reformasi struktural di KPMIBU melalui amandemen kosntitusi (Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga). Ini sebagai bentuk penyesuaian diri organisasi. Misalnya, kita perlu membahas ulang kedudukan, tugas dan kewenangan, serta hubungan kerja antara Pengurus Besar KPMIBU dan Pengurus Cabang. Apakah hubungan antar keduanya hanya bersifat konsultatif, kolegial, fungsional, struktural, atau sebatas hanya sebatas hubungan koordinatif saja. Ini pun harus diperjelas, agar dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, masing-masing mengetahui batas-batas kewenangannya. Selain itu, ini mungkin hanya sekedar saran, perlu dibentuk lembaga-lembaga yang berfungsi strategis, misalnya perlu dibentuk suatu lembaga yang berwenang untuk memeriksa dan memutus perkara pemilihan ketua cabang di konfercab; atau diadakan lembaga-lemabaga semi-otonom, misalnya lembaga kesehatan, pers KPMIBU, lembaga penelitian, lembaga kebudayaan dan lain sebagainya, sesuai dengan kebutuhan. Ini diharapkan agar KPMIBU mampu menjangkau semua janis persoalan di masyarakat secara spesifik dan terstuktur.
Seluruh pembaruan itu perlu dilakukan dalam rangka mengadaptasikan organisasi dalam era yang terus bergerak maju. Tentu saja, ini memerlukan waktu, namun hanya ini pilihan kita agar tidak tertinggal digilas zaman. Ini harus dilakukan dengan cepat. Kita tidak boleh berputar-putar dalam internal organisasi saja. KPMIBU mesti tetap eksis secara organisatoris dan aktif untuk merespon persoalan di daerah, sebab sumbangsi kita ditunggu oleh masyarakat.
Jangan hanya bisa mengungkit masalalu KPIMBU, sejarah itu tak mungkin dihapus meski tak diungkit, sebab sudah terlalu besar. Fokus kita adalah kedepan. Tentu saja, keberhasilan KPMIBU di masa lalu merupakan kebanggaan tersendiri bagi kader (dan alumni) yang harus selalu disyukuri dan dipelari sebagai energi yang sewaktu-waktu diperlukan. Namun, KPMIBU bukanlah sejarah, bukan juga sekedar objek pembicaraan yang abstrak, melainkan suatu organisasi yang mempunyai tugas untuk terus berbuat sesuatu yang konkrit dimasyarakat. Di sini, posisi kita jelas: kita adalah pengawal.
Terakhir, sebagai penutup, tulisan ini penulis hadirkan sebagai kado ulang tahun KPMIBU ke-16 yang berisikan reflekasi untuk kita semua yang merupakan bagian dari keluarga besar KPMIBU. Oleh karena itu, kalau pun ada kritik, maka kritik itu pun ditujukan untuk kita semua, termasuk penulis. Dan saya kira ini adalah momen yang sangat tepat untuk mengintrospeksi diri, membuka semua persoalan yang ada dan jujur pada diri sendiri, karena hanya dengan itu kita bisa memperbaiki semuanya dan mengejar ketertinggalan.
Selamat Milad KPMIBU, jaya selalu. Aku padamu.