Inflasi dan kelangkaan gas elpiji 3 kg memantik kegelisahan di kabupaten Buol saat memasuki minggu kedua Ramadan. Masyarakat, dari pusat kota hingga pelosok desa, merasakan dampaknya yang menggelisahkan, bahkan hingga riuh di dunia maya.
Meski persoalan ini memuncak, Pemerintah Kabupaten Buol terkesan lamban dalam meresponsnya. Respons yang dianggap kurang sigap dan kurang peduli terhadap kebutuhan dasar rakyat, menimbulkan kekecewaan, terutama dari tokoh muda seperti Muh Ikbal Ibrahim, S.Pd.
Ikbal mengecam Pemda Buol karena lebih memprioritaskan rapat dan sosialisasi tentang kebijakan pegawai negeri, daripada mencari solusi konkret untuk menanggulangi inflasi dan kelangkaan gas. Sementara masyarakat berjuang menghadapi beban ekonomi yang semakin berat, pemerintah justru fokus pada hal lain.
Dengan nada pedas, Ikbal mengingatkan bahwa kesejahteraan masyarakat harus menjadi prioritas utama, terutama di bulan suci Ramadan. Operasi pasar murah untuk mengatasi inflasi dan penindakan terhadap penyalahgunaan harga gas elpiji dianggapnya sebagai langkah yang seharusnya diambil.
Kritik keras ini menjadi sorotan saat Pemda Buol justru menggelar sosialisasi tentang kebijakan penghasilan tambahan bagi pegawai negeri. Kini, pertanyaannya adalah: apakah birokrasi memiliki empati yang cukup terhadap rakyatnya? Ini menjadi pertanyaan yang menggema di tengah ketidakpastian masyarakat.