Tutuyan – Lapangan olah raga Futsal milik Pemerintah Desa Paret Timur, Kecamatan Kotabunan, Kabupaten Bolaang Mongondow Timur, dipadati rumput liar.
Pantauan media waktu.news, Senin (23/8/2021), dua hari yang lalu. Lantai lapangan futsal tampaknya mulai rusak, padahal pembangunannya belum selesai seratus persen.
Tidak hanya futsal, bahkan bangunan embung untuk memastikan ketersediaan pasokan air bagi petani di musim kemarau, pun dikelilingi oleh rumput liar tepat di sebelah lapangan futsal, tanpa adanya perhatian dari Pemdes setempat.
Padahal, dana yang dikucurkan oleh Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi pada pembangunan embung tersebut sebesar Rp 270 juta, namun hanya dibiarkan begitu saja.
Menurut penjelasan Kepala Desa Patert Timur, Hairun Managin, sebenarnya pembangunan fasilitas olahraga futsal masih akan dilanjutkan. Tetapi, pemerintah desa terkendala oleh polemik kepemilikan hak atas lahan.
Lahan yang sejak awal diketahui Pemdes Paret Timur adalah milik Yohan Bagania itu, dibeli dari Risky Lamaluta. Belakangan setelah pembangunan embung dan lapangan futsal dibangun, lahan tersebut kemudian diklaim oleh keluarga A. Manoppo disertai dengan bukti sertifikat kepemilikan lahan.
“Harusnya proses jual beli antara kami dengan Om Yo. Saat akan melakukan proses pembayaran, anak-anak dari A. Manoppo komplain,” kata Hairun.
Walhasil setelah dipertemukan melaui musyawarah oleh Pemdes, anak-anak dari keluarga A. Manoppo lah yang berhak atas kepemilikan lahan, karena mereka mengantong sertifikat tanah.
“Manoppo minta bukti. Jika telah dijual oleh orang tua mereka, mana suratnya. Kalau memang ada surat atau kuitansi, mereka tidak akan mempemasalahkan. Nah, sekarang tidak dapat diadakan surat itu,” jelasnya.
Meski demikian, Pemdes Paret Timur berjanji tetap akan melanjutkan pembangunan sarana olahraga futsal yang telah menelan anggaran sekitar 150an juta itu, setelah segala persoalan lahan telah selesai.
Sementara itu, Yohan Bagania ketika ditemui waktu.news, mengatakan. Meski mereka telah mengakui riwayat kepemilikan lahan sebenarnya, tetapi jika uang pengganti atas pembelian lahan mereka belum dikembalikan, maka ia bersama istrinya masih memiliki hak.
“Kami bikin perjanjian, kalau memang itu uang belum dikembalikan, tetap bangunan itu, masih kami tahan,” kata Yohan.
Yohan juga menyayangkan, mengapa pada saat transaksi jual beli antara ia dengan Risky Lamaluta, dibuatkan surat oleh Pemerintah Desa. “Nanti disaat kami mau menagih uang, kemudian dia (Kades) bilang tanah ini bermasalah,” sambungnya. (aah)