Minal Aidin Walfaidzin, Mohon Maaf Lahir & Bathin

bLOG Waktu
BoltimDaerah

Awaluddin Umbola Khotbahi Ketua DPRD Boltim Samsudin Dama Soal Klaim PT Ranomut Atas Tanah Warga di Tutuyan

Advertisement

Suasana Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bolaang Mongondow Timur (Boltim) pada Selasa (6/5/2025) berlangsung panas.

Rapat tersebut membahas aduan atas tindakan PT Ranomut mengklaim tanah yang telah bertahun-tahun ditempati warga Tutuyan sebagai bagian dari Hak Guna Usaha (HGU) milik perusahaan.

Advertisement

Dalam forum resmi itu, tokoh muda Boltim, Awaluddin Umbola, menyampaikan kritik tajam atas ketidakhadiran pimpinan PT Ranomut. Ia menilai, sikap yang ditunjukkan perusahaan tersebut mencederai marwah negara.

“Bahwa sejatinya undangan yang dilayangkan oleh Ketua DPRD kepada kami dan beberapa pihak yang terundang dalam forum ini dan tidak menghadiri oleh perusahaan, menurut saya ini pelecehan terhadap lembaga. Negara tidak boleh diatur, negara yang mengatur, ini pelecehan dan saya mohon ini mendapatkan perhatian,” tegas Awaludin Umbola.

Advertisement

Awaluddin juga menyatakan bahwa meski tidak memiliki kepentingan pribadi terhadap lahan tersebut, namun dirinya merasa gelisah atas dampak sosial yang ditimbulkan terhadap masyarakat.

“Jujur saya tidak berkepentingan langsung dengan tanah ini, tetapi saya geram dan saya merasa resah dengan situasi rakyat Tutuyan hari ini yang selalu disibukkan dengan adanya PT Ranomut, yang menurut saya ini sudah tidak lazim dan tidak layak diterima oleh masyarakat Tutuyan,” ujarnya.

Lebih lanjut, Awaluddin meminta agar seluruh pihak di forum tersebut turut memperjuangkan hak masyarakat. Ia menegaskan bahwa dirinya bukan anti-investasi, namun menuntut adanya kejelasan dan kajian yang matang sebelum proyek dijalankan.

“Ini butuh diperjuangkan bersama oleh kita bersama, oleh kita yang berada dalam forum ini. Bukan kemudian kami orang yang anti investasi, tetapi investasi ini harus jelas. Jangan bapa bawa smart city. Ketika kita membayangkan sebuah kota yang disebut dengan smart city, berarti kan ada sesuatu yang kemudian akan berubah dari Tutuyan ini. Tetapi apa yang dirubah pak, Gunung Lonceng sebagai simbol sejarah Tutuyan itu dirusak hari ini,” katanya.

Advertisement

Awaluddin juga menyoroti kerusakan Gunung Lonceng. Menurutnya, hal itu merupakan perusakan terhadap simbol sejarah masyarakat Tutuyan.

“Simbol history kami orang Tutuyan ini, itu dirusak pak. Tanah yang hari ini diklaim sebagai tanah yang dikelola sebagai smart city, apakah ada kajian lingkungannya dan melibatkan kami,” kritiknya.

Awaluddin pun mempertanyakan legalitas proyek yang digarap PT Ranomut. Ia mengatakan bahwa kegiatan berskala besar di atas lima hektar seharusnya dilengkapi dengan analisis dampak lingkungan (Amdal).

“Setahu saya aktivitas di atas lima hektar itu harus ada kajian dampak lingkungan. Bagaimana dengan air tanahnya, bagaimana dengan sanitasinya, bagaimana dengan sampahnya ketika ribuan orang sudah ada di lokasi tersebut. Ini pertanyaan-pertanyaannya yang menurut saya jadi tidak jelas,” tuturnya.

Tak hanya itu, Awaluddin menyuarakan keprihatinan atas kondisi petani jagung di wilayah tersebut.

“Belum lagi akhirnya petani jagung bapak. Saya yakin yang ada di ruangan ini tahu bahwa Tutuyan adalah daerah penghasil jagung terbesar di wilayah Bolaang Mongondow Timur, tapi petani juga diperkosa pak, ini yang menjadi soal dari kita semua,” cetusnya.

Lebih tajam lagi, Awaluddin menyindir keras seolah negara tunduk pada kekuasaan korporasi. Ia pun memperingatkan bahwa apabila perusahaan terus mengatur kebijakan tanpa terkendali, maka wibawa negara akan hilang.

Advertisement

“Nah, kalau ini terjadi terus menerus tanpa kemudian kita harus diluruskan dan seolah-olah perusahaan mengatur kita, mengatur negara maka bubar aja negara itu, kalau seandainya negara yang akhirnya diatur-atur oleh orang yang tidak jelas,” ujarnya.

Meski tak ingin membahas persoalan pembayaran lahan, tetapi Awaluddin menegaskan agar tanah yang disengketakan dibebaskan untuk kepentingan rakyat.

“Kalau bicara soal apa yang dibebaskan tadi, okey kami tidak akan masuk disoal konflik bayar membayar dan lain sebagainya, kami akan fokus pada bebaskan lahan ini untuk rakyat Bolaang Mongondow Timur,” katanya.

Lebih jauh, Awaluddin menyoroti pembangunan jalan di sekitar Tutuyan justru dimanfaatkan perusahaan.

“Selanjutnya enak loh perusahaan ini. Silahkan cek, berapa banyak pajak yang kami bayar untuk membangun jalan yang ada di lingkar Tutuyan ini, yang masuk di lahan HGU. Itu jalan kami, bukan jalan perusahaan. Lewat pajak yang kami bayarkan. Akhirnya akses mereka untuk membangun apa yang disebut dengan smart city itu dibangun dengan uang kami dan akhirnya kami yang teraniaya di tanah ini,” lanjutnya.

Menurutnya, sejumlah infrastruktur seperti jalur ke Polres dan kebun telah menguntungkan akses ke wilayah HGU.

“Coba kalian lihat, ayo kita lihat. Jalur dua, jalur masuk ke Polres, jalur masuk ke kebun itu dengan alasan oh ini pembangunan jalan kebun, ternyata itu membantu jalan untuk mengakses HGU pak,” katanya.

Bukan cuma itu saja, Awaluddin mencurigai bahwa proyek tersebut menyimpan praktik penambangan ilegal.

“Alasan ada PLN, kenapa ndak buat di jalan yang lama. Bangun jalan yang baru dan akhirnya merusak itu sana, Gunung Lonceng. Saya justru curiga ada permainan galian C didalamnya. Ini catatan-catatan kita loh pak Ketua,” ucapnya.

Awaluddin pun menyerukan agar semua pihak tak diam melihat simbol sejarah mereka dirusak demi ambisi segelintir pihak.

“Ngapain buat jalan baru, ada jalan lama kok. Tetapi tetap membuat jalan baru masuklah ke Gunung Lonceng rusaklah Gunung Lonceng, sekarang ada ekskavator beraktivitas di situ. Ini ada dimuka-muka kita loh,” tandasnya. (aah)

Advertisement

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button