Kembali ke Lautan Merah: Indonesia Alami Defisit Neraca Transaksi Pertama dalam 2 Tahun
Waktu.news | Seperti kisah berbelok, Indonesia menghadapi kilatan langit biru namun agak berawan dalam neraca transaksi berjalan. Untuk pertama kalinya dalam dua tahun, kuartal kedua melihat defisit yang mencapai 0,5 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB), akibat redupnya harga komoditas dan pertumbuhan global yang tengah enggan berseri. Kabar ini dirilis oleh bank sentral pada hari Selasa, menyampaikan gambaran yang lebih jelas.
Defisit neraca transaksi berjalan pada periode April-Juni mencapai $1,9 miliar, seiring dengan pelambatan ekonomi terbesar di Asia Tenggara yang sebelumnya berhasil mencatatkan surplus sebesar $3 miliar pada kuartal pertama. Keseimbangan ini setara dengan 0,9 persen dari PDB.
Sebuah loncatan waktu mengingatkan kita bahwa sebelumnya, lonjakan defisit neraca transaksi berjalan per kuartal pernah terjadi pada kuartal kedua tahun 2021.
Indonesia, yang memiliki kekayaan alam melimpah, merayakan gemuruh ekspor pada tahun 2021 dan 2022, berkat kenaikan harga komoditas global yang menjulang tinggi. Namun, semangat ini meredup di tahun ini ketika harga komoditas unggulannya seperti batu bara dan minyak kelapa sawit mengalami penurunan.
Selain itu, Bank Indonesia (BI) melaporkan bahwa defisit dalam perdagangan jasa juga melebar pada kuartal kedua, menambah dinamika cerita ini.
Melirik ke neraca pembayaran, Indonesia harus merasakan angin bertiup tidak seimbang dengan catatan defisit mencapai $7,4 miliar pada kuartal April-Juni. Biang keladinya adalah defisit pada akun modal dan keuangan, dengan BI menyalahkan arus keluar portofolio yang diwarnai oleh ketidakpastian pasar global.
Saat riak-riak berlalu, catatan surplus sebesar $6,5 miliar pada kuartal pertama menyisakan cerita tersendiri.
Sementara itu, dalam acara seminar terpisah, Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, membocorkan rencana masa depan: Indonesia diproyeksikan akan meraih defisit neraca transaksi berjalan dalam rentang antara 0,5 persen hingga 1,3 persen dari PDB pada tahun 2024. Ini menjadi sekilas perbandingan dengan proyeksi defisit dari 0,4 persen hingga surplus sebesar 0,4 persen pada tahun 2023. (red)
- Perkuat Hilirisasi, Investasi Indonesia Kuartal 2 Tahun 2022 Capai Rp584,6 Triliun
- Menko Perekonomian Airlangga Hartarto: Pemerintah Optimis Pertumbuhan Ekonomi Di Atas Inflasi
- Transaksi Janggal Senilai Rp 394 Triliun Terkuak, Sri Mulyani Ungkap Detailnya