Peringatan GCHQ: Pesatnya AI Membuka Pintu Serangan Siber, Ancam Kenaikan Ransomware Global
Boroko, 24 Januari (waktu) | Gelombang pesat pengembangan alat Kecerdasan Buatan (AI) terbaru diperingatkan oleh agen mata-mata GCHQ Inggris pada hari Rabu bahwa ini bisa meningkatkan serangan siber dan merendahkan ambang masuk bagi peretas dengan keterampilan lebih rendah untuk menciptakan kerusakan digital.
Menurut laporan yang dirilis oleh National Cyber Security Centre (NCSC), yang merupakan bagian dari GCHQ, penurunan ambang masuk ini juga berpotensi meningkatkan serangan ransomware secara global. Ransomware merupakan tindakan kriminal di mana sistem komputer dikunci dan pemiliknya dimintai tebusan digital.
Laporan tersebut mencatat, “AI hampir pasti akan meningkatkan jumlah dan memperparah dampak serangan siber dalam dua tahun mendatang. Namun, dampaknya pada ancaman siber akan tidak merata.”
Pertumbuhan kemampuan terbesar di dunia siber diyakini akan terjadi pada peretas oportunis yang mungkin tidak memiliki keterampilan untuk melancarkan serangan tingkat tinggi. Meskipun begitu, laporan tersebut juga menunjukkan bahwa penggunaan alat AI generatif seperti chatbot bisa membantu menciptakan email atau dokumen palsu yang lebih meyakinkan dalam kampanye phishing online.
Pada tingkat lanjutan, peretas yang didukung oleh negara dengan kemampuan lebih tinggi dianggap “paling mampu memanfaatkan potensi AI dalam operasi siber canggih, seperti penggunaan dalam pembuatan malware tingkat lanjut.” Hal ini merujuk pada perangkat lunak jahat dan virus komputer.
Semua ini terjadi di tengah keprihatinan global terkait konsekuensi keamanan dari penggunaan algoritma yang dapat menghasilkan interaksi yang terdengar seperti manusia, yang sering disebut sebagai model bahasa besar (LLMs), seperti yang diusung oleh OpenAI dengan ChatGPT, yang kini banyak diadopsi oleh bisnis dalam berbagai layanan termasuk penjualan dan layanan pelanggan.
Meski demikian, dampak keamanan dari penggunaan AI masih terus dipahami. Pihak berwenang di Britania Raya, Amerika Serikat, dan Kanada telah melaporkan peningkatan penggunaan teknologi ini oleh peretas, menambah kompleksitas dalam menghadapi tantangan keamanan siber. (red)