Pada Sabtu (16/6), lautan umat Muslim dari penjuru dunia berkumpul di bukit suci Arab Saudi untuk beribadah di bawah terik matahari. Ini adalah momen sakral di Gunung Arafa, yang juga dikenal sebagai Bukit Rahmat, dan dianggap sebagai puncak dari perjalanan spiritual Haji. Di sinilah para jamaah berdiri bersama, memohon rahmat, berkah, kemakmuran, dan kesehatan dari Tuhan.
Sejak dini hari, ribuan jamaah berjalan dalam kegelapan pra-fajar. Mereka melantunkan “Labbaik Allahumma Labbaik” (Ya Tuhan, aku datang memenuhi panggilan-Mu) dan membaca ayat-ayat suci Al-Qur’an. Menurut Kantor Berita Saudi, jumlah jamaah tahun ini mencapai 1.833.164 orang.
Haji tahun ini berlangsung dengan latar belakang konflik Israel-Hamas yang memanas, membawa ketegangan di Timur Tengah. Dalam khutbah di Masjid Namira, Imam Maher bin Hamad Al-Mu’wiqly mengajak para jamaah untuk mendoakan rakyat Palestina yang menderita akibat serangan musuh, kehilangan nyawa, serta kekurangan makanan, obat-obatan, dan pakaian.
Di tengah panas yang menyengat, sebagian besar jamaah membawa payung, sementara yang lainnya duduk di bawah naungan. Banyak yang menyiramkan air ke wajah dan tubuh untuk mengurangi panas. Menteri Kesehatan Saudi, Fahd bin Abdurrahman Al-Jalajel, melaporkan bahwa lebih dari 150 jamaah dirawat karena kelelahan akibat panas. Dia mengimbau jamaah untuk minum banyak air dan menggunakan payung selama menjalankan ritual Haji.
Saat matahari terbenam, para jamaah bergerak meninggalkan Gunung Arafa menuju Muzdalifah, sebuah tempat di mana mereka mengumpulkan kerikil untuk digunakan dalam ritual melempar jumrah, yang melambangkan perlawanan terhadap setan, di Mina. Setelah tiga hari di Mina yang bertepatan dengan Idul Adha, jamaah kembali ke Makkah untuk melakukan tawaf terakhir, yang disebut Tawaf Wada. Sebagai tanda penyelesaian Haji, pria mencukur rambut mereka dan wanita memotong sedikit rambut sebagai simbol pembaruan diri.
- Kamu Harus Tahu: Wisata Alam Baru Jawa Timur
- Doa Berbuka Puasa: Makna dan Manfaatnya Bagi Umat Muslim
