
Kantor Imigrasi Kotamobagu kabarnya telah mendeportasi seorang perempuan warga negara asing (WNA) asal Filipina, Selasa (16/9/2025). Perempuan ini bernama Prescy Libanon Sono dan tercatat menetap di Desa Matabulu Timur, Kecamatan Nuangan, Kabupaten Bolaang Mongondow Timur (Boltim).
Berdasarkan informasi yang didapat menyebutkan, Prescy sudah tinggal di Boltim sejak 19 tahun lalu. Dia telah menikah dengan pria setempat bernama Hery Kagahing, yang kini menjabat Ketua RT di Desa Matabulu Timur. Dari pernikahan itu, pasangan tersebut telah memiliki empat orang anak.
Nama Presty sempat ramai jadi perhatian di media sosial setelah petugas Imigrasi menjemputnya beberapa waktu lalu.
Pj Kepala desa Matabulu Timur, Ema Tetty S. Mutu, membenarkan pemulangan seorang warga bernama Presty Sino ke negara asalnya.
“Iya. Ya (tinggal) di Matabulu Timur,” ucap Ema Tetty kepada wartawan.
Terpisah, Kepala Seksi Intelijen dan Penindakan Keimigrasian Kantor Imigrasi Kotamobagu, Keneth Rompas, juga membenarkan tindakan deportasi terhadap Prescy Libanon Sono.
“Iya, tempat tinggalnya di Desa Matabulu Timur kalau enggak salah ya. Betul, sudah dideportasi,” ungkap Keneth.
Keneth menjelaskan, deportasi merupakan bagian dari tindakan administrasi keimigrasian.
“Tindakan administrasi keimigrasian, sampai di deportasi. Selanjutnya, yang bersangkutan bisa mengajukan paspor atau visa untuk kembali masuk,” terangnya.
Menurut Keneth, deportasi tidak hanya dimaknai sebagai hukuman, melainkan juga pemenuhan hak-hak dasar seorang WNA di Indonesia.
“Posisi kami, dengan adanya deportasi bukan sekadar penghukuman, tapi di dalamnya ada pemenuhan hak-hak dia sebagai seorang warga negara asing,” jelasnya.
Keneth mengatakan, langkah ini penting agar yang WNA tersebut bisa kembali tinggal di Indonesia dengan status resmi.
“Nantinya yang bisa dia tempuh, dia bisa dapat, dan juga di dalamnya ada pemenuhan kewajiban dia. Tentu kalau orang asing datang ke Indonesia, dengan paspor yang resmi, visa yang resmi. Tidak seperti yang dia alami sekarang,” katanya.
Lebih lanjut, Keneth mengungkapkan langkah deportasi ini bukan hanya sebatas bentuk penghukuman atau pengenaan sanksi. Menurutnya, tindakan itu juga sebagai upaya jangka panjang.
“Ini kan tentu di satu sisi penghukuman, pengenaan hukuman. Tapi di sisi lain harus di pandang untuk jangka panjang, untuk waktu yang lebih panjang,” sambungnya.
Keneth juga menyebut, pihaknya sudah menekankan hal ini berulang kali kepada Prescy Libanon Sono dengan pendekatan humanis.
“Berapa kali kami tekankan ke dia. Kami pendekatannya humanis. Kalau dia begini terus statusnya, banyak hal yang dia tidak bisa terima, sebagai seorang warga negara,” ujarnya.
Selain itu, Keneth mengaku, kasus serupa pernah terjadi sebelumnya di wilayah Boltim.
“Ada pengalaman dua orang, di Molobog dan Motongkad, kurang lebih sama, di deportasi juga. Tahun lalu, setelah deportasi, beberapa bulan kemudian mereka kembali dengan visa resmi, izin tinggal resmi,” jelasnya.
Keneth juga menmbahkan, jika WNA memiliki dokumen resmi, mereka bisa tinggal dengan tenang.
“Sekarang pemegang izin tinggal terbatas dengan penjamin suaminya. Tinggal secara legal, dengan tenang, dan hak-haknya terpenuhi, sebagai warga negara asing,” tandasnya. (aah)
- Dua Warga Filipina Ditangkap di Bitung Tanpa Dokumen Imigrasi
- Imigrasi Kotamobagu Terima Kunjungan Kerja DPRD Boltim, Ini Yang Dibahas
- Presiden Minta Birokrasi Imigrasi Dipermudah