Kawan Perubahan Seriusi Polemik Tambang di Boltim
Tutuyan – Menghangatnya masalah pertambangan di Kabupaten Bolaang Mongondow Timur, tampaknya tengah menjadi perhatian serius dari para aktivis.
Hal ini dibuktikan dengan adanya diskusi yang di gagas komunitas Kawan Perubahan pada Sabtu, (7/8/2021) kemarin, di Aula kantor Kecamatan Kotabunan dan dilanjutkan pada salah satu warung kopi di Tombolikat selatan, Kecamatan Tutuyan.
Diskusi dengan tema polemik pertambangan dan hak ekosab masyarakat itu, mengusung satu ketegasan bahasan yakni belajar dari kasus Kotabunan.
Dalam sebuah forum disikusi yang ditengahi oleh Ketua Kawan Perubahan Kecamatan Kotabunan, Rifsan Makangiras. Menghadirkan para pembicara yang antara lain, pendiri Kawan Perubahan Irvan Basri, Camat Kotabunan Ahmad Alheid, aktivis Masyarakat Lingkar Tamabang Andriansa Bonte, Peneliti Pusat Kajian Kebudayaan Indonesia Timur Rikson Karundeng dan Putri Stevani Kapoh sebagai peneliti Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Provinsi Sulawesi Utara.
Menurut pendiri Kawan Perubahan, Irvan Basri, diskusi semacam itu perlu terus dilakukan sebagai wadah guna membahas dan memecahkan isu-isu yang tengah hangat di kalangan masyarakat.
“Diskusi ini ialah ruang belajar kita bersama. Dalam Mufakat Perubahan Ketiga ini, kita ingin menggalakkan optimisme di ruang publik,” kata Irvan.
Bukan hanya di Kotabunan dan Tutuyan saja. Irvan juga mengatakan, akan menggelar diskusi lanjutan di wilayah Kabupaten Boltim lainnya. “Mufakat Perubahan Keempat mungkin di Desa Buyat atau Molobog,” ujar alumni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia ini.
Moderator diskusi, Rifsan Makangiras, menjelaskan. Sengaja mereka mengangkat tema itu, agar masyarakat khususnya para aktivis di lintas komunitas, dapat memahami persis bagaimana dan seperti apa polemik tambang di masyarakat.
“Untuk itulah kami hadirkan narasumber-narasumber yang mengetahui persis kondisi yang ada di Kotabunan,” tambah Rifsan.
Pada kesempatan sama, Camat Kotabunan Ahmad Alheid, menyampaikan. Masyarakat di wilayahnya cukup akrab dengan isu-isu seputar tambang. Maka jangan heran bila diskusi yang diinisiasi oleh komunitas Kawan Perubahan tersebut, kata Ahmad, dapat terlaksana. Hal itu semakin membuktikan, bahwa sikap kritis para aktivis Boltim, cukup tinggi dalam merespon isu pertambangan.
“Generasi muda di Kecamatan Kotabunan cukup kritis. Sebagai contoh, mereka langsung mendirikan forum Aliansi Masyarakat Lingkar Tambang (Malintang) ketika ada sebuah perusahan tambang yang mulai akan mengeksploitasi wilayah ini,” kata Ahmad Alheid.
Begitu pula dengan pembicara lainnya, seperti Rikson Karundeng dan Putri Stevanie Kapoh. Masing-masing menjelaskan hasil penelitiannya tentang kehidupan tambang.
Rikson yang fokus pada multi dampak tambang, berdasarkan hasil dari penelitiannya di beberapa wilayah pertambangan. Sedangkan Putri, ia memaparkan tentang peran serta dampak perempuan dan anak pada wilayah pertambangan.
Sementara itu, Andriansa Bonte selaku aktivis aliansi Malintang pada kesempatan itu, pun mengurai tentang patar belakang terbentuknya sebuah wadah masyarakat di lingkar tambang.
“Aliansi Malintang, saat ini berperan untuk menyuarakan keinginan masyarakat di lingkar tambang yang tidak sesuai dengan kebijakan perusahan,” pungkasnya. (aah)