
Kasus dugaan kekerasan fisik yang melibatkan seorang Ibu Rumah Tangga (IRT) berinisial IP terhadap pelajar SMP berinisial C di Dodap, Kabupaten Bolaang Mongondow Timur (Boltim), mengadirkan fakta yang mengejutkan.
Sang korban kekerasan fisik ini ternyata diduga merupakan pelaku perundungan atau bullying terhadap seorang siswa SD berinisial L, yang merupakan anak dari IP.
Fakta ini ditemukan oleh Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Boltim pada Senin (24/2/2025) kemarin.
Kepala UPTD PPA Boltim, Wenda Arief menyampaikan bahwa pihaknya menerima dua laporan terkait kasus perundungan anak SD dan kasus kekerasan fisik terhadap anak SMP. Setelah dilakukan penelusuran lebih lanjut, kedua kasus tersebut ternyata saling berkaitan.
“Jadi ada dua laporan yang kita terima. Laporan perundungan dan laporan kekerasan fisik terhadap anak SMP. Kasus ini ternyata berkaitan. Awalnya, anak SD (L) ini dibully oleh anak SMP (C),” ujar Kepala UPTD PPA Boltim Wenda, Selasa (25/2/2025) siang di ruang kerjanya.
Menurut Wenda, korban bully berinisial L memiliki kondisi khusus. “Dia bukan anak dengan disabilitas, tapi anak yang istimewa istilahnya,” tambahnya.
Wenda menjelaskan, peristiwa ini bermula saat L bermain di lapangan sekolah yang digunakan bersama oleh siswa SD dan SMP. C kemudian memanggil L dan mengajaknya pergi ke suatu tempat.

“Jadi L ini sering suka bermain di lapangan. Lapangan ini tempat bermain anak SD dan juga tempat bermain anak SMP. Jadi ini anak SD ini sedang bermain-bermain di lapangan, kemudian tiba-tiba ini anak SMP yang namanya C ini panggil,” jelas Wenda.
Wenda mengungkapkan, bahwa tak lama setelah itu, C mengajak L untuk pergi ke suatu tempat.
“C mengatakan, ‘Ayo, kau ingin ke Manado? Sana Manado di belakang sana,’ sambil menunjuk ke arah hutan. L yang tidak mengerti maksudnya itu hanya mengiyakan dan mengikuti,” ungkapnya.
Namun sebelum mereka pergi lebih jauh, kata Wenda, teman-teman L melihat kejadian itu dan langsung memanggilnya kembali ke sekolah.
“Ketika teman-temannya memanggil L, C langsung melepaskan L dan menyuruh kembali ke sekolah. L pun ikut kembali,” kata Wenda.
Lebih lanjut, Wenda mengatakan kejadian itu akhirnya sampai ke telinga ibunda L. Sayangnya, informasi yang diterimanya berbeda dari fakta di lapangan.
“Ibunya mendengar bahwa tangan anaknya diikat dan dibawa ke hutan, khatwatir. Ketika ditanya, anaknya hanya diam, mungkin karena takut. Ibunya pun panik dan sudah berpikir yang buruk bahwa jangan-jangan anaknya sudah dibawa ke hutan, diikat, bahkan disodomi,” katanya.
Wenda juga mengatakan, karena kekhawatiran dan kemarahan, ibunda L pun langsung mendatangi sekolah untuk mencari C.
“Dia memaksa C bercerita, ‘Siapa yang membuat anak saya? Berapa orang kalian? Kalian buat apa anak saya?’ Karena C tidak mau bercerita, akhirnya ibunya L menamparnya. Baru setelah itu, C mulai bicara, tetapi pengakuannya tidak sesuai dengan bayangan ibunya,” kata Wenda.
Wenda juga menerangkan, meski C sudah mengaku, ibunda L masih tidak percaya. Dia baru yakin setelah pihak sekolah menghadirkan saksi-saksi dari SD dan SMP.
“Setelah saksi dari SD dan SMP menjelaskan kejadian sebenarnya, ibunya baru menyadari bahwa anaknya tidak diikat atau disakiti. Tapi saat itu, kejadian penamparan terhadap C sudah terlanjur terjadi,” jelas Wenda.
Disamping itu, Wenda juga menekankan bahwa kronologis tersebut diperoleh saat pihaknya turun langsung bersama salah satu Kepala Bidang di Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P3A) Boltim untuk menggali fakta yang terjadi.

“Kami bersama Dinas P3A, Ibu Kabid Ica memanggil semua saksi, termasuk pelaku dan korban, lalu memberikan edukasi agar kasus serupa tidak terulang,” ujarnya.
Meski begitu, pihaknya, kata dia, tetap menyayangkan tindakan ibunda L yang sudah melakukan kekerasan.
“Yang kami sesali adalah tindakan ibunya L yang sudah memukul. Tapi di sisi lain, kami juga memahami kondisi anaknya yang jadi korban perundungan, dan bahkan juga pernah menjadi korban perundungan sebelumnya. Dulu, anaknya ini ceria dan pintar, tetapi karena sering dibully, kondisinya menjadi istimewa,” katanya.
Wenda pun menegaskan bahwa pihaknya benar-benar akan melakukan pemdampingan kedua kasus ini dengan objektif.
“Jadi kami tidak membenarkan tindakan ibunya L ini. Tapi juga tidak membenarkan perlakuan yang diberikan anak-anak lain terhadap L ini. Kasusnya Ibu L sedang berproses di kepolisian. Kemudian kasus Bully ini juga kami telah lakukan pendampingan. Jadi dua-duanya berproses,” tandasnya. (aah)
- Prediksi UPTD PPA Boltim: Tren Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak Meningkat Drastis di Tahun 2024
- PPA Boltim Baru Menangani 18 Aduan Kasus Pelecehan Seksual
- Halaman SMP di Boltim Ini, Persis Bekas Areal Persawahan